Rabu, 05 Agustus 2009

Pembinaan dan Pengawasan

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

OLEH :

R. JAYA RAHMAT, S.Ag., M.Hum.


A. PENDAHULUAN

Kekuasaan kehakiman (lembaga peradilan) yang independen, merdeka, tidak memihak dan kompeten merupakan salah satu komponen utama dalam sebuah negara hukum. Prinsip tersebut menghendaki agar lembaga peradilan terbebas dari campur tangan, tekanan atau paksaan, baik langsung maupun tidak langsung dari kekuasaan lembaga lain, temen sejawat atau atasan, dan pihak-pihak dari luar lembaga peradilan. Sejalan dengan prinsip tersebut, melalui Amandemen Ketiga, MPR secara normatif menegaskan kedudukan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia sebagaimana tercantum didalam pasal 24 uud 1945 sebagai berikut :

(1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan keadilan.

(2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

Sebelum dilakukan Amandemen, Pasal 24 UUD 1945 tidak menegaskan adanya kedudukan, amanat dan peran dari Keluasaan Kehakiman di Indonesia karena rumusannya begitu singkat.

Pengadilan Tinggi Agama (Pengadilan Tingkat Banding) sebagai kawal depan (voor Post) Mahkamah Agung di daerah akan meningkatkan fungsi pengawasan dan pembinaan sebagai alat penyeimbang kekuasaan kehakiman yang merdeka guna mewujudkan hakim yang memiliki integritas dan berkepribadian tidak tercela, jujur, adil, profesional, dan berpengalaman dibidang hukum sebagaimana dimaksud ketentuan pasal 32 Undang-undang No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

B. MAKNA PENGAWASAN

Pengawasan mengandung makna :

1. Merupakan salah satu fungsi managemen untuk menjaga agar tujuan organisasi dapat tercapai sesuai dengan apa yang direncanakan ;

2. Merupakan pengamatan secara menyeluruh dengan jalan mengadakan perbandingan antara kenyataan yang dilaksanakan (das sein) dengan apa yang seharusnya dilakukan (das sollen) ;

3. Sebagai penyeimbang kekuasaan kehakiman yang merdeka dan implementasi dari pertanggungjawaban kekuasaan kehakiman yang mandiri ;

C. DASAR PENGAWASAN

Adapun dasar-dasar hukum pengawasan, sebagai berikut :

1. Pasal 11 ayat 4 Undang-undang No. 14 tahun 1970 yang telah diganti dengan undang-undang No.4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

2. Pasal 32 Undang-undang No. 14 Tahun 1985 yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung.

3. Undang-undang No. 8 tahun 2004 tentang Peradiladilan Umum dan Undang-undang No. 9 tahun 2004 tentang Peradilan ata Usaha Negara serta Undang-undang No. 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama.

4. Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : KMA/096/SK/X/2006 tentang Tanggung Jawab Ketua Pengadilan Tingkat Banding dan Ketua Pengadilan Tingkat Pertama Dalam Melaksanakan Tugas Pengawasan.

D. JENIS PENGAWASAN

Dalam perspektif konseptual, pengawasan dibedakan kepada beberapa bentuk atau jenis. Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1989 tentang Pedoman Pengawasan melekat, pengawasan dibedakan kepada :

1. Pengawasan melekat yakni : Serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai pengendalian yang terus menerus dilakukan oleh atasan langsung terhadap bawahannya secara prefentif atau represif agar pelaksanaan tugas bawahan tersebut berjalan secara efektif dan efesien sesuai rencana kegiatan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

2. Pengawasan fungsional : Pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan secara fungsional baik intern pemerintah maupun ekstern pemerintah yang dilaksanakan terhadap pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan agar sesuai dengan rencana dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

E. FUNGSI PENGAWASAN

Dalam perspektif teoritis pengawasan adalah merupakan salah satu pilar bangun dari fungsi managemen, disamping perencanaan, (planning) pengorganisasian (organizing) dan pelaksanaan. Sebagai fungsi managemen peradilan pengawasan memiliki peran strategis bukan saja untuk menjamin tercapai tujuan sesuai dengan apa yang direncanakan tetapi juga dapat menjadi pendorong ke arah kepatuhan kepada peraturan, kualitas kinerja yang efektif dan efisien, serta mengurangi bahkan menghilangkan terjadinya penyimpangan. Bertolak dari pandangan diatas patut disimpulkan bahwa dalam perspektif negara berdasarkan hukum fungsi pengawasan pada hakekatnya adalah “Penyeimbang kekuasaan kehakiman yang merdeka dalam rangka menegakan integritas, citra dan wibawa pengadilan sebagai lembaga terhormat dan dihormati.

F. PENGAWASAN OLEH TUHAN YANG MAHA ESA

Landasan filosofis pengawasan ini adalah Sila Pertama Dasar Negara Indonesia Pancasila yakni : Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam operasionalnya, maka setiap putusan yang dikeluarkan oleh kekuasaan kehakiman (hakim) harus diberi kepala (irah-irah) : Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ketentuan ini secara normatif tercantum di dalam Pasal 4 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1970 yang telah diubah dan ditambah dengan UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, yakni : Peradilan dilakukan “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”

G. PENGAWASAN OLEH MAHKAMAH AGUNG

Menurut TAP MPR No. III /MPR/1978 dan UU No. 14 Tahun 1985 yang kemudian diubah dan ditambah dengan UU No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, secara tersurat maupun tersirat, Mahkamah Agung memiliki berbagai (multi) fungsi, yakni :

1. Fungsi mengadili (justice functie) yaitu memeriksa dan memutuskan perkara permohonan kasasi dan peninjauan kembali;

2. Fungsi menguji peraturan prundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-undang (judicial review);

3. Fungsi pengaturan (regelende functie), yaitu untuk mengisi kekosongan hukum dalam praktek peradilan sehari-hari;

4. Fungsi kepenasehatan dan pertimbangan hukum (advieserende functie), yaitu memberikan nasehat khusus kepada presiden dalam hal pemberian dan penolakan grasi dan rehabilitasi serta memberikan pertimbangan hukum baik diminta maupun tidak kepada Lembaga Tinggi Negara lain;

5. Fungsi pengawasan dan pembinaan (toeziende functie), yaitu melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan peradilan-peradilan serta para hakim yang berada di bawahnya dalam melaksanakan tugas;

6. Fungsi Administratif (Administratief functie), yaitu mengelola administrasi keuangan dan organisasinya sendiri dari semua lingkungan peradilan yang ada di bawahnya

H. PENGAWASAN OLEH PENGADILAN TINGGI AGAMA

Sesuai dengan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : KMA/096/SK/X/2006 tentang Tanggung Jawab Ketua Pengadilan Tingkat Banding dan Ketua Pengadilan Tingkat Pertama Dalam Melaksanakan Tugas Pengawasan, secara tersurat maupun tersirat, Pengadilan Tinggi Agama Banten (Pengadilan Tingkat Banding) memiliki tugas pengawasan, antara lain :

I. Terhadap pengawasan yang dilakukan Pengadilan Tingkat Pertama, yaitu :

a. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan jalannya persidangan agar persidangan berjalan secara tertib sesuai hukum acara;

b. Memberikan petunjuk kepada majelis yang akan menangani perkara, maupun yang sedang menghadapi kesulitan dalam menangani perkara (Pasal 53 UU No.8 tahun 2004);

c. Memonitor kehadiran hakim dan karyawan di kantor pada hari-hari kerja ;

d. Memonitor tingkah laku Hakim baik di dalam maupun di luar persidangan ;

e. Sambil menunggu hasil pemeriksaan, Ketua Pengadilan Tingkat Pertama mengusulkan kepada Ketua Pengadilan Tingkat Banding agar hakim yang tanpa alasan yang sah meninggalkan tugas melebihi jangka waktu menurut ketentuan yang berlaku untuk ditarik ke Pengadilan Tingkat Banding yang bersangkutan sebagai Hakim non palu;

f. Karyawan yang melakukan hal sebagaimana tersebut butir e, diberhentikan sementara dan Ketua Pengadilan yang bersangkutan mengusulkan kepada Mahkamah Agung untuk memberhentikan karyawan tersebut ;

g. Hakim yang diindikasikan telah melakukan unprofesional conduct dalam menjalankan persidangan dan atau melakukan tindakan tercela, meminta atau menerima suap, melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan atau menimbulkan keresahan yang akan merusak citra Pengadilan, Ketua Pengadilan Tingkat Pertama, baik atas laporan, pemberitaan atau pengaduan, wajib menonaktifkan sementara (dengan tidak memberi perkara) dan segera melaporkan kepada Ketua Pengadilan Tingkat Banding untuk melakukan pemeriksaan dengan disertai usul agar Hakim yang bersangkutan untuk sementara ditarik ke Pengadilan Tingkat Banding sebagai Hakim non palu ;

h. Ketua Pengadilan Tingkat Pertama yang tidak mengambil tindakan-tindakan sebagaimana disebutkan diatas, sedangkan diketahuinya bahwa di kantornya telah terjadi penyimpangan, maka Ketua Pengadilan Tingkat Pertama tersebut akan dikenakan sanksi administrasi;

i. Pengawasan terhadap bidang administrasi dilaksanakan sesuai dengan pola Bindalmin (buku II);

II. Pengawasan yang dilakukan Pengadilan Tingkat Banding, yaitu :

1. Ketua Pengadilan Tingkat Banding manakala menerima laporan atau mendengar, bahwa Ketua Pengadilan Tingkat Pertama, Hakim Tinggi atau Hakim Pengadilan Tingkat Pertama telah melakukan unprofesional conduct dan atau perbuatan tercela lainnya meminta atau menerima suap, melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan atau menimbulkan keresahan yang akan merusak citra pengadilan, maka akan menindaklanjuti dengan memeriksa atau memerintahkan Hatiwas Daerah melakukan pemeriksaan termasuk meminta keterangan dari pelapor yang bersangkutan ;

2. Apabila dari hasil pemeriksaan ternyata terbukti ada penyelewengan atau telah terjadi unprofesional conduct yang dilakukan oleh Ketua Pengadilan Tingkat Pertama, Hakim Tinggi atau Hakim Pengadilan Tingkat Pertama, maka atas inisiatif sendiri, akan menarik sendiri Ketua Pengadilan Tingkat Pertama/Hakim Pengadilan Tingkat Pertama sebagai Hakim Yustisial di Pengadilan Tingkat Banding. Dalam hal unprofesional misconduct dan atau perbuatan tercela dilakukan oleh Hakim Tinggi, sambil menunggu keputusan atas hasil pemeriksaan, Hakim Tinggi yang bersangkutan untuk sementara dibebaskan dari tugas memeriksa perkara, dan selanjutnya Ketua Pengadilan Tingkat Banding melaporkan kepada Mahkamah Agung, untuk melakukan tindakan lebih lanjut;

3. Apabila diketahui oleh Ketua Pengadilan Tingkat Banding bahwa ada Ketua Pengadilan Tingkat Pertama, Hakim Pengadilan Tingkat Pertama, serta Hakim/karyawan pada Pengadilan Tingkat Banding yang bersangkutan tanpa alasan yang sah meninggalkan tugas melebihi waktu yang ditentukan menurut peraturan yang berlaku, Ketua Pengadilan Tingkat Banding mengusulkan kepada Mahkamah Agung agar Hakim / karyawan yang bersangkutan diberhentikan dari jabatannya;

4. Pengawasan terhadap bidang administrasi pada Pengadilan Tingkat Banding dilaksanakan sesuai dengan pola Bindalmin (buku II);

5. Ketua Pengadilan Tingkat Banding akan proaktif dan selalu memonitor setiap Pengadilan Tingkat Pertama terutama yang mendapat proyek fisik yang dilakukan sejak awal pelaksanaan hingga proyek tersebut selesai ;

Kondisi ini menjadikan fungsi Pengadilan Tingkat Banding sebagai :

1. Fungsi Pembinaan, dimana kegiatannya akan dilakukan secara berkala minimal 6 bulan sekali;

2. Fungsi Pengawasan, kegiatannya antara lain Eksaminasi perkara ;

3. Fungsi Evaluasi, dimana kegiatannya sebagai bahan bagi tindak lanjut yang mencakup antara lain :

- Evaluasi Administrasi ;

- Evaluasi Disiplin Pegawai ;

Kegiatan tersebut akan dilakukan secara berkala dengan menugaskan Tim Teknis minimal 6 bulan sekali ;

4. Fungsi Pelaporan pada segala aspek kegiatan Pengadilan Tingkat Pertama, termasuk kegiatan anggaran ;

I. PENGAWASAN OLEH KOMISI YUDISIAL

Keberadaan Komisi Yudisial diakui melalui Amandemen Ketiga, sebagaimana tertuang dalam Pasal 24 B UUD 1945 dan kemudian diatur lebih lanjut dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 2004. Dalam pertimbangan Undang-Undang No. 22 Tahun 2004, disebutkan bahwa komisi yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka melalui pencalonan hakim agung serta pengawasan terhadap hakim yang transparan dan pasti guna menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim.

Adapun wewenang Komisi Yudisial sebagaimana tertuang dalam pasal 13 Undang-Undang No. 22 Tahun 2004, adalah :

1. Mengusulkan pengangkatan hakim agung kepada DPR;

2. Menegakan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim.

Sesuai dengan ketentuan pasal pasal 22 Undang-Undang No. 22 Tahun 2004, pengawasan terhadap perilaku hakim oleh Komisi Yudisial dilakukan dengan cara :

1. Meminta laporan masyarakat tentang perilaku hakim;

2. Meminta laporan secara berkala kepada badan peradilan berkaitan dengan perilaku hakim;

3. Melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim;

4. Memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang melanggara kode etik perilaku hakim;

5. Membuat laporan hasil pemeriksaan berupa rekomendasi yang disampaikan kepada Mahkamah Agung dan atau Mahkamah Konstitusi.

J. PENGAWASAN OLEH KOMISI KEHORMATAN HAKIM

Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) dalam Musyawarah Nasional ke XIII yang dilaksanakan di Bandung tanggal 30 Maret 2001 telah menetapkan Kode Etik Hakim didalam kedinasan maupun diluar kedinasan, yang pada garis besarnya sebagai berikut :

1. Dalam kedinasan terdiri dari 6 (enam) bagian, yakni : sikap hakim dalam persidangan, terhadap sesama rekan, terhadap bawahan atau pegawai, terhadap atasan, terhadap rekan hakim dan sikap sikap hakim keluar/terhadap instansi lain.

2. Di luar kedinasan, meliputi 3 (tiga bagian), yakni : sikap pribadi hakim sendiri, sikap hakim dalam rumah tangga dan sikap hakim dalam masyarakat.

Penegakan Kode Etik Profesi Hakim tersebut dilakukan oleh Komisi Kehormatan Hakim. Adapun wewenang Komisi Kehormatan Hakim adalah:

1. Memanggil anggota untuk didengar keterangannya sehubungan adanya laporan / pengaduan masyarakat;

2. Memberikan rekomendasi atas hasil pemeriksaan terhadap anggota yang melanggar kode etik dan merekomendasikan untuk merehabilitasi anggota yang tidak bersalah.

POLA PEMBINAAN KARIR, PROMOSI, MUTASI

HAKIM, PANITERA, DAN JURUSITA

SERTA PEJABAT PERADILAN LAINNYA

Guna menjamin objektivitas, keadilan, dan transparansi pengangkatan pegawai negeri sipil dan pejabat struktural serta untuk mewujudkan pimpinan pengadilan yang bersih dan berwibawa agar terjaminnya keberhasilan pengawasan tugas, perlu ditetapkan Standar Kopetensi Jabatan bagi hakim yang memegang jabatan struktural pengadilan. Sebagai persyaratan minimal yang harus dimiliki seorang pimpinan yang menunjukan tugas dan tanggung jawab, wewenang dalam rangka memimpin pengadilan, serta nilai-nilai dan kebijakan organisasi serta kode etik profesi hakim dengan mempertahankan norma-norma keadilan, kepastian hukum, etika, dan organisasi walaupun dalam keadaan yang sulit, untuk melakukannya sehingga terdapat satu kesatuan antara kata dan perbuatan, dalam setiap keadaan dapat mengkomunikasikan maksud, ide, serta perasaan secara terbuka, jujur, dan langsung.

Bahwa dalam rangka meningkatkan pembinaan karir dan prestasi kerja bagi para Hakim, Panitera, Jurusita, dan Pejabat Peradilan Lain, perlu adanya penertiban pelaksanaan mengenai promosi dan mutasi disemua lingkungan peradilan, baik untuk promosi jabatan maupun untuk mutasi biasa/alih tugas.

Bahwa oleh karena itu, dipandang perlu untuk menetapkan suatu pola/sistem terutama dalam masa transisi, baik tentang tatacara pengusulan maupun tentang persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat diproses.

Sangat diharapkan, bahwa dengan adanya "pedoman" dalam hal promosi dan mutasi Hakim, Panitera, Jurusita, dan Pejabat Peradilan Lain, maka pembinaan karir bagi Pegawai Negeri Sipil, sejak diangkat sebagai Calon Pegawai sampai memasuki usia pensiun akan nampak dengan jelas.

Oleh karena itu keempat lembaga peradilan telah berada didalam suatu wadah (Mahkamah Agung RI) maka konsekuensinnya "pola pembinaan karir promosi dan mutasi" (Baik untuk Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, Peradilan Agama) harus ada keterpaduan.

Dalam melaksanakan promosi dan Mutasi dimaksud, maka di tiap Pengadilan Tingkat Pertama dibentuk suatu Tim Promosi dan Mutasi (TPM)/Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) yang didasarkan pada Surat Keputusan Ketua masing-masing, dimana tim yang ditunjuk untuk dapat merumuskan Kebijakan Kenaikan Pangkat, Mutasi, dan Promosi Pejabat dan Pegawai peradilan yang pimpin langsung oleh Ketua Tim dengan dihadiri anggota yang masuk dalam tim tersebut.

Adapun untuk Tim Baperjakat/TPM Pengadilan Tingkat Pertama, terdiri dari :

1. Wakil Ketua dan Hakim yang ditunjuk

2. Panitera / Sekretaris

3. Kepala Urusan Kepegawaian.

(Keanggotaan berjumlah ganjil)

Dalam Rapat Tim Baparjakat/ Tim Promosi dan Mutasi (TPM) perlu diperhatikan :

1. Kepangkatan

2. Lamanya Bertugas di satu satker.

3. Pendidikan Formal dan Diklat/Pelatihan yang dimiliki.

4. Formasi yang ada pada Pengadilan Tersebut.

5. Pengisian Para Pejabat Struktural.

6. Tindakan Administratif : misalnya : Hukuman disiplin atau mengenai tingkah laku yang di muat di media massa, atau kemungkinan adanya pemeriksaan oleh Atasannya

7. Volume perkara

Hasil Rapat Tim Promosi dan Mutasi ( TPM ) ini kemudian :

1. Diparaf / ditanda tangani oleh Ketua Tim dan dilampirkan hasil rapat beserta pertimbangannya bagi Pimpinan Satker dengan ditandatangani oleh seluruh anggota Tim.

2. Aslinya diserahkan kepada Ketua Pengadilan Agama Tingkat Pertama untuk kemudian dibuatkan Surat Keputusan Rekomendasi.

A. PROMOSI

Pada Pengadilan Tingkat Pertama dan Tingkat Banding :

Promosi adalah peningkatan jabatan dari Panitera Pengganti menjadi Panitera Muda, dari Panitera Muda menjadi Wakil Panitera, dari Wakil Panitera menjadi Panitera Pengadilan Tingkat Pertama.maupun pengadilan Tingkat banding, kecuali Penitera Mahkamah Agung RI.

Agar Promosi pejabat kepaniteraan dapat berdaya guna dan berhasil guna, seyogyanya dilakukan dengan cara :

a. Pengadilan berkelas rendah menuju kelas yang lebih tinggi.

b. Sistem Silang (Zigzag) dilakukan dari kepaniteraan ke kesekretariatan dan sebaliknya tetapi masih dalam batas lingkungan peradilan masing-masing.

Yang dijadikan dasar Promosi adalah ;

a. Berprestasi Kerja

b. Berkelakuan tidak tercela

c. Lulus Ujian Penjenjangan Karir

1. PENGADILAN TINGKAT PERTAMA KELAS 1.B.

1. Untuk menduduki jabatan Sebagai Panitera/Sekretaris Pengadilan Tingkat PertamaKelas I.B.

­ Wakil Panitera Pengadilan Tingkat Pertama Kelas I.B yang telah 2 (dua) tahun atau lebih.

­ Panitera/Sekretaris Pengadilan Tingkat Pertama Kelas II yang telah 3 (tiga) tahun atau lebih.

­ Wakil Panitera Pengadilan Tingkat Pertama Kelas 1.A. yang telah 2 (dua) tahun atau lebih.

­ Panitera Muda Pengadilan Tingkat Pertama Kelas II yang telah 3 (tiga) tahun atau lebih.

2. Untuk menduduki jabatan sebagai Panitera Muda Pengadilan Tingkat Pertama Kelas I.B.

­ Panitera Pengganti Pengadilan Tingkat Pertama Kelas I.B. yang telah 2 (dua) tahun atau lebih.

­ Wakil Panitera Pengadilan Tingkat Pertama Kelas II yang telah 2 (dua) tahun atau lebih.

­ Panitera Muda Pengadilan Tingkat Pertama Kelas II yang telah 3 (tiga) tahun atau lebih.

3. Untuk dapat menduduki jabatan sebagai Panitera Muda Pengadilan Tingkat Pertama Kelas I.B.

­ Panitera Pengganti Pengadilan Tingkat Pertama Kelas I.B. yang telah 3 (tiga) tahun atau lebih.

­ Panitera Muda Pengadilan Tingkat Pertama Kelas II yang Telah 3 (Tiga) tahun atau lebih.

2. PENGADILAN TINGKAT PERTAMA KELAS II

1. Untuk dapat menduduki jabatan sebagai Panitera/Sekretaris Pengadilan Tingkat Pertama kelas II.

­ Wakil Panitera Pengadilan Tingkat Pertama Kelas II yang telah 2 (dua) tahun atau lebih.

­ Panitera Muda Pengadilan Tingkat Pertama Kelas I A yang telah 2 (dua) tahun atau lebih.

­ Wakil Panitera Pengadilan Tingkat Pertama Kelas I B yang telah 2 (dua) tahun atau lebih.

2. Untuk dapat menduduki jabatan sebagai Wakil Panitera Pengadilan Tingkat Pertama Kelas I.

­ Panitera Muda Pengadilan Tingkat Pertama Kelas I I yang telah 2 (dua) tahun atau lebih.

­ Panitera Muda Pengadilan Tingkat Pertama Kelas I B yang telah 2 (dua) tahun atau lebih.

­ Panitera Pengganti pada Mahkamah Agung RI yang telah 3 (tiga) tahun atau lebih.

3. Untuk dapat menduduki jabatan sebagai Panitera Muda Pengadilan Tingkat Pertama Kelas II.

­ Panitera Pengganti Pengadilan Tingkat Pertama Kelas II yang telah 3 (tiga) tahun atau lebih.

­ Panitera Pengganti Pengadilan Tingkat Pertama Kelas I.B. yang telah 2 (dua) tahun atau lebih.

­ Panitera Pengganti pada Mahkamah Agung RI yang telah 2 (dua) tahun atau lebih.

PENGAWASAN PEMBINAAN BERDASARKAN TEMUAN DI PENGADILAN AGAMA (PENGADILAN TINGKAT PERTAMA)

Pengadilan agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu. Dengan keberadaan Pengadilan Agama yang berada di dalam wilayah hukum Pengadilan Tinggi Agama Banten merupakan Pengadilan tingkat pertama yang bertugas dan berwenang menerima, memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan perkara perdata antara orang-orang yang beragama islam di bidang :

1. Perkawinan

2. Kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum islam

3. Wakaf dan Shadaqah

4. Ekonomi Syari'ah

Dalam melaksanakan tugas sangat diperlukan adanya administrasi Peradilan Agama yang benar dan tertib, maka sehubungan dengan hal ini Ketua Mahkamah Agung RI telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor : KMA/001/SK/I/1991 tentang pola pembinaan dan pengendalian administrasi kepaniterraan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama kepada seluruh peradilan agama untuk dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, dimana Pola Pembinaan dan Pengendalian Administrasi kepaniteraan PA dan PTA ini mencakup beberapa pola sebagai berikut :

1. Pola prosedur penyelenggaraan administrasi perkara

2. Pola register perkara

3. Pola keuangan perkara

4. Pola pelaporan perkara

5. Pola kearsipan Perkara

Pada bidang admnistrasi umum dan manajeman, telah dikeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan serta surat-surat edaran, sebagai berikut :

Þ Pembuatan Program kerja yang berlandaskan pada Inpres Nomor 7 Tahun 1999 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dan Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah/LAKIP, ;

Þ Manajemen Kepegawaian berdasarkan pada UU No. 8 tahun 1974 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang-Pokok-Pokok Kepegawaian ;

Þ Statistik kepegawaian yang menyangkut perubahan pegawai, dengan mengacu pada SE.BAKN No.08/SE/1983 ttg Buku Induk Kepegawaian, Juklak Tata Usaha Kepegawaian tahun 1980, PP No.15 Tahun 1979 jo. SE BAKN No.03/SE/1980 ttg DUK, Keppres No.42 Tahun 2002 ttg KGB ;

Þ Pengawasan dan Pembinaan yang berdasarkan pada KMA/080/SK/VIII/2006 dan KMA/096/SK/X/2006 tentang Tanggung Jawab dalam pelaksanaan Pengawasan ;

Þ Pelaporan Keuangan dan Inventaris Barang Milik Negara yang berdasarkan pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah ;

Þ Pengadaan barang dan jasa berdasarkan pada Perpres No.8 Tahun 2006, Perpres No.70 Tahun 2005, Perpres No.32 Tahun 2005 dan Keppres No.61 Tahun 2004

Þ Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung RI Nomor : MA/SEK 02/SK/I/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembayaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara di Lingkungan Mahkamah Agung RI;

Berkaitan dengan pemaparan diatas bahwa sebagai institusi Peradilan kita harus mengevaluasi prosedur dan kinerja kita, maka dibawah ini akan saya sampaikan beberapa hasil evaluasi Pengadilan Agama se-wilayah Banten.

HASIL EVALUASI

PENGADILAN AGAMA SE-WILAYAH BANTEN TAHUN 2006

1. Tehnik Yustisial

(Keadaan sekarang)

Pada umumnya hakim malas membaca kembali berita acara yang dibuat oleh panitera pengganti sehingga ada beberapa berkas perkara yang berbeda faktanya antara BAP dan putusan

(Keadaan yang diinginkan)

Dengan dikeluarkannya surat keputusan Ketua Mahkamah Agung RI. Nomor : KMA/001/SK/1991 tanggal 24 Januari 1991 tentang Pola pembinaan dan pengendalian administrasi, dimaksudkan agar pelaksanaan administrasi perkara pada pengadilan Agama untuk adanya kesamaan pola tindak, pola pikir dan terlaksananya dengan rapi dan baik, maka dari itu diharapkan untuk para Hakim dalam melaksanakan tugasnya berpedoman pada prosedur yang telah ditetapkan dalam pola Bindalmin. Maka untuk melaksanakan tugasnya dengan baik para hakim haruslah mempelajari, membaca, menelaah dan mencermati kembali berita acara yang dibuat oleh panitera pengganti sehingga antara BAP dan putusan dalam berkas perkara akan singkron dan sama faktanya antara BAP dan putusan.

2. Administrasi Perkara

(Keadaan sekarang)

Sistem meja belum berjalan sebagaimana mestinya hal ini karena kurangnya pemahaman terhadap tugas-tugas atau sistem pembagian tugas yang berjalan serta kurangnya pembinaan dari pimpinan

(Keadaan yang diinginkan)

Dalam rangka pelaksanaan tugas pokok Peradilan Agama, panitera menerima perkara yang diajukan untuk diproses lebih lanjut dengan dibantu oleh wakil panitera dan para panitera muda sesuai prosedur penerimaan perkara di pengadilan agam a melalui beberapa meja, yaitu Meja 1 yang bertugas menerima surat gugatan, permohonan, peninjauan kembali, pernyataan banding, pernyataan kasasi dan permohonan eksekutf, penjelasan & penaksiran biaya perkara serta menyerahkan berkas unutk didaftar. Meja II bertugas meregisterkan dalam buku, memberikan nomor, menyerahkan 1 rangkap kepada pengguguat,asli surat G/P dalam berkas disampaikan wapan/panitera dan ketua untuk menunjuk majelis hakim serta penentuan hari sidang, mendaftar atau mencatat proses perkara putusan dalam register. Meja III bertugas menyerahkan salinan putusan PA/PTA/MA dan penetapan PA/PTA/MA, menerima memori/kontra memori banding,menerima memori/kontra memori kasasi, jawaban dan tanggapan peninjauan kembali, menyusun atau menyiapkan berkas 1 bundel A dan B. Pengertian meja tersebut adalah merupakan kelompok pelaksana teknis yang harus dilalui oleh suatu perkara di Pengadilan Agama, mulai dari penerimaan sampai perkara tersebut diselesaikan. Bertitik tolak dari uraian diatas, maka keadaan yang kita inginkan saat ini adalah sebagai berikut :

­ Terwujudnya minat baca tenaga pengelola administrasi perkara.

­ Terwujudnya keterampilan pengelola administrasi khususnya pada setiap sistem Meja administrasi perkara dengan teratur.

­ Terwujudnya kesempatan penyelenggaraan diklat operasional administrasi dan fungsional

­ Serta terwujudnya pembinaan yang intensif

Oleh karenanya sistem meja harus berjalan sebagaimana mestinya dengan teratur dan dapat dipahami setiap tugasnya masing-masing.

3. Register Perkara

(Keadaan sekarang)

Pengisian register pada umumnya tidak tertib dan belum rapih, kolom-kolom belum terisi, tulisan beragam, dan masih ada register yang sama sekali tidak diisi seperti register eksekusi, hal tersebut disebabkan antara lain oleh instrument yang tidak berjalan sebagaimana mestinya.

(Keadaan yang diinginkan)

Agar pada saat ini pengisian register tertata dengan rapih maka instrumen haruslah berjalan dengan sebagaimana mestinya

4. Pelaporan Perkara

(Keadaan sekarang)

Data perkara yang dilaporkan tidak akurat, banyak perkara yang sudah putus dilaporkan pada bulan-bulan berikutnya ada pula perkara yang belum putus hilang dari laporan, hal tersebut disebabkan antara lain instrumen, LKH sebagai sumber utama untuk data akurasi laporan dan keuangan perkara tidak berjalan, laporan tidak tepat waktu dan tidak lengkap.

(Keadaan yang diinginkan)

Keakuratan data perkara ditentukan pada penyusunan setiap masing-masing instrument perkara serta pembuatan register bantu agar setiap data perkara dapat dilaporkan secara akurat dan juga LKH sebagai sumber utama untuk data akurasi laporan dan keuangan perkara harus berjalan sebagaimana mestinya, serta disampaikan tepat waktu dan lengkap.

5. Kearsipan Perkara

(Keadaan sekarang)

Pada umumnya belum tertata / teratur sesuai dengan ketentuan Bindalmin.

(Keadaan yang diinginkan)

Perkara merupakan suatu bentuk uraian yang harus diarsipkan agar bila terjadi kehilangan ataupun putusnya suatu putusan maka harus mempunyai arsip tersendiri mengenai perkara tersebut, oleh karena itu arsip harus tertata / teratur sesuai dengan ketentuan Bindalmin.

6. Keuangan Perkara.

(Keadaan sekarang)

Masih banyak kekeliruan dalam pencatatan keuangan perkara baik dalam buku jurnal maupun dalam buku induk perkara

(Keadaan yang diinginkan)

Dalam pencatatan keuangan perkara baik dalam buku jurnal maupun dalam buku induk perkara haruslah tersistematis dan akurat agar tidak terjadi banyak kekeliruan

7. Keuangan Rutin

(Keadaan sekarang)

Penggunaan keuangan rutin pada umumnya tidak dilakukan dengan perencanaan kegiatan anggaran, bahkan kegiatan anggaran tidak berbasis kinerja sehingga akuntabilitasnya masih diragukan, permasalahan yang muncul adalah penyerapan anggaran tidak proporsional, ditambah pengawasan tidak berjalan, baik pengawasan pada kegiatan kerja maupun pengawasan pada kegiatan anggaran.

(Keadaan yang diinginkan)

Menanggapi hal seperti ini solusi yang bisa saya berikan diantaranya mutlak harus dilakukan perencanaan kegiatan anggaran dalam bentuk pelaporan tertulis disertai scedul dan nominal angka setiap mata anggaran pada pimpinan Satker (Kuasa Pengguna Anggaran) oleh Pejabat Kuasa Pengguna Anggaran dengan jajarannya yang tembusannya disampaikan pada Pengadilan Tingkat Banding (PTA) sebagai bentuk pengawasan.

8. Umum

(Keadaan sekarang)

­ Pengelolaan tata persuratan belum berjalan dalam pola arsip dinamis;

­ Pengelolaan perlengkapan kantor tidak optimal, padahal penyerapan anggaran kerap dilakukan ;

­ Pengelolaan Barang Inventaris Negara belum menggunakan sistem SAMBN, masih dalam bentuk manual ;

­ Perpustakaan kantor belum menjadi prioritas utama sebagai sarana referensi ilmiah sehingga tidak menjadi perhatian pimpinan satker ;

­ Kehumasan/protokoler kantor tidak direncanakan ;

­ Sarana/prasarana kantor tidak dimaksimalkan dari anggaran yang tersedia ;

­ Pengelolaan kepentingan kantor tidak dibuat skala prioritas ;

(Keadaan yang diinginkan)

Pengelolaan Aset Negara agar dapat tertata dengan rapih sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka direkomondasikan hal-hal sebagai berikut :

1. Untuk melakukan penataan tata persuratan secara optimal, baik dari sisi SDM yang tersedia maupun penyerapan anggaran yang proporsional ;

2. Lakukan penyusunan kegiatan penataan persuratan, baik secara team work maupun personal, tetapi tetap dengan mengacu pada sasaran kegiatan yang efektif dan efisien;

3. Penyusunan program kegiatan agar disesuaikan dengan DIPA tahun berjalan ;

4. Melakukan system penataan perlengkapan inventaris secara optimal, baik dari sisi SDM (sebagai penanggung jawab dan pelaksana) yang tersedia maupun pada aturan yang dijadikan standar oleh Pemerintah ;

5. Lakukan perencanaan strategi yang diterjemahkan pada :

Sasaran ;

Target ;

Inisiatif Strategi ;

Program Kegiatan ;

Untuk pencapaian Target (terlaksananya system SABMN pada penataan inventaris kantor dan pengendalian ATK) yang diinginkan, diperlukan inisiatif strategik yang menjadi dasar penyusunan program (programming) dan pada gilirannya program yang dihasilkan dari kegiatan programming menjadi dasar penyusunan anggaran (budgetting).

Kemudian dilakukan penyusunan program kegiatan yang akan berisi tahapan-tahapan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai sasaran strategik (the step-by step sequence of actions).

Selanjutnya penyusunan anggaran (budgeting) yang akan berisi rencana kegiatan yang merupakan penjabaran dari program dan disertai taksiran sumber daya yang diperlukan untuk menjalankan semua kegiatan yang direncanakan.

6. Melakukan pengawasan kegiatan, baik kegiatan program maupun kegiatan anggaran dengan melibatkan unsur Hakim Pengawas Bidang ;

7. Melaksanakan pengadaan barang dan jasa sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Perpres No.8 Tahun 2006 )

8. Peran pimpinan harus nampak pada kegiatan yang dilakukan baik dari sisi pengawasan ataupun dari sisi pembinaan dan pemrosesan manakala terjadi penyimpangan anggaran yang ada.

9. Melakukan evaluasi kinerja secara berkala/periodik dengan sistem laporan tertulis sebagai bahan lanjutan, terutama dalam penataan dan pemeliharaan perpustakaan kantor yang telah ada ;

10. Melakukan perencanaan kegiatan-kegiatan diskusi dan menghidupkan sarana perpustakaan sebagai sarana ilmiah ;

11. Segala kegiatan dilaporkan kepada Pimpinan secara berkala, sebagai bahan penyusunan RKA-KL tahun anggaran mendatang ;

9. Kepegawaian

(Keadaan sekarang)

1. penyusunan/Pembuatan Job Description belum melibatkan Pejabat-Pejabat yang ada dan juga setiap pembagian tugas belum terbagi habis, dimana beberapa Pegawai/Pejabat Fungsional/Struktural telah diberikan SK, namun tidak tecover dalam Job, hal ini berakibat pada pengaturan Job yang tidak teratur dan tidak tertib.

2. Kekuranglengkapan Sarana Tata Usaha Kepegawaian (Buku Induk Pegawai, File Pegawai, Buku Kendali, dan Statistik Pegawai).

3. Sistem Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas belum maksimal, dimana pengarahan terhadap kinerja belum banyak dilakukan, sehingga masih ada pegawai yang belum mengetahui tugas yang seharusnya dikerjakan.

(Keadaan yang diinginkan)

Agar supaya Administrasi kepegawaian tertata dengan rapih maka bertumpu kembali lagi kepada pengarsipan dokumen dan pendataan pegawai yang berada di setiap masing-masing Pengadilan Agama, dan harus ditunjang dengan fasilitas serta kinerja sumber daya manusia yang baik. Maka dengan demikian direkomondasikan hal-hal sebagai berikut :

1. Melakukan penyusunan Job Discription setelah terlebih dahulu melakukan penghitungan bobot volume kerja (dapat dilakukan secara team work) ;

2. Pembagian kerja dalam job description harus terbagi habis pada setiap pegawainya (termasuk honorer) dan tidak tersisa, agar adanya pertanggungjawaban yang jelas dan juga dapat dilakukannya evaluasi secara berkala ;

3. Melakukan pembagian pekerjaan tidak menutup kemungkinan secara vertical atau horizontal, dengan melihat kondisi personil yang ada ;

4. Melakukan evaluasi kerja (khusus pada sub bagian kepegawaian) pada program kerja tahun lalu dengan beberapa personil yang sesuai dengan bidangnya ;

5. Menyusun program kerja dengan melibatkan, unsur hakim (Ketua dan Wakil Ketua), Panitera/ Sekretaris, Wakil Panitera, Wakil Sekretaris dan pejabat struktural lainnya ;

6. Penyusunan program disesuaikan juga dengan DIPA tahun berjalan ;

7. Untuk mengefektifkan pengawasan internal, baik Pengawasan melekat (Waskat) ataupun pengawasan dari Hakim Pengawas Bidang yang telah ditunjuk Pimpinan ;

8. Mutlak dilakukan kegiatan evaluasi kerja secara berkala, baik dilakukan pada saat tertentu (sidak) atau secara berkala ;

9. Memberikan arah dan bimbingan kerja pada setiap bagian, bahkan pemberian sanksi dan penghargaan (reward and punishment) senantiasa dilakukan secara proporsional ;

10. Peningkatan disiplin kerja dengan memaksimalkan jam kerja mutlak harus dilakukan agar dapat terukur pencapaian kinerja pada bagian/bidang masing-masingnya.

10. Disiplin Pegawai

(Keadaan sekarang)

Pengawasan melekat (waskat) belum berfungsi, antara lain dibeberapa PA masih adanya pegawai yang tidak masuk berhari-hari bahkan berminggu tidak ditindaklanjuti dan Hawasbid kurang berjalan.

(Keadaan yang diinginkan)

Agar kedepannya Waskat dapat berfungsi dalam peningkatan kinerja dan disiplin pegawai.

11. Beberapa Bahan Action Plan (Rencana Kegiatan)

Beberapa catatan umum tentang pembentukan Sumber Daya Manusia di Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama di wilayah Banten

1. Kerja sama Internal maupun Exsternal

2. Pembentukan Sumber Daya Manusia yang baik dan produktif diantaranya dengan cara mengadakan pelatihan-pelatihan internal maupun eksternal.

3. IT (Information & Teknologi) dalam hal ini lebih mengutamakan sistem komputerisasi dalam bidang administrasi perkara maupun umum.

4. Memantapkan Waskat (pengawasan melekat) sebagai pengendalian yang terus menerus dilakukan oleh atasan langsung terhadap bawahannya secara prefentif atau represif agar pelaksanaan tugas bawahan tersebut berjalan secara efektif dan efesienز

5. Reward and Punishment

Adalah suatu penghargaan dan hukuman yang diberikan kepada setiap pegawai yang apabila kualitas kerja dan kinerjanya baik serta maksimal akan diberikan penghargaan dan apabila sebaliknya bila suatu terjadi pelanggaran ataupun kesalahan pada pegawai khususnya di lembaga peradilan akan diberikan hukuman sangsi menurut ketentuan yang berlaku.

6. Management Treatment Eksecutive Diperuntukan bagi pejabat Pengadilan

7. Satuan Tugas dalam bidang perkara serta kedisiplilan dalam bekerja dan bertindak.

8. Didalam kepemimpinan haruslah bernilai lebih dalam arti kepemimpinan yang berdasarkan Ilmu, Keterampilan dan Ahlak baik dalm dinas,dinas luar, masyarakat maupun keluarga

9. Pembinaan manusia berperan subyek dan obyek yang berkarakter dan dapat diandalkan didalam dunia Peradilan

10. Terciptanya budaya kerja, budaya bersih dan budaya disiplin di dalam lingkup Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama.

11. Saling asah , asih dan asuh diantaranya mengadakan studi banding yang akan berperan untuk mengevaluasi permasalahan- permasalahan sebelumnya yang ada.

12. Nilai plus dalam beribadah baik mahdlah (ritual) ataupun secara sosial. Serat pentingnya berolah raga dan berwawasan atau keterampilan berbahasa asing

13. Tuada Udilag tahun 1997 H. Yahya SH. Rangkum dan Pesan : “Supaya di setiap satuan kerja Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama dimulai dengan membaca kalam ilahi dan terjemahnya.

Penutup

Perlu kami ketengahkan untuk kita jabarkan di unit kerja kita bahwa Blueprint Pembaruan Mahkamah Agung menegaskan bahwa keberhasilan Mahkamah Agung untuk menjalankan fungsinya hanya dapat dicapai jika ada dukungan (SDM), bukan hanya dari para Hakim Agung tetapi juga dari kalangan pegawai Mahkamah Agung lainnya , karena itu dukungan dari pegawai yang berintegritas, berkualitas profesional, handal dan memiliki kinerja yang baik adalah penting.

Al Quran (surah 94 ayat : 5-6)

فا ن مع ا لعسر يسر ا (۵) ا ن مع ا لعسر يسر ا )

“Maka sesungguhnya kemudahan itu bersama dengan kesulitan, sesungguhnya kemudahan itu bersama dengan kesulitan”

Courage comes after action.

Action is the most Important (James)

KESIMPULAN

Secara garis besarnya pengawasan dan pembinaan yang dilakukan oleh berbagai lembaga dan dengan berbagai cara seperti diterangkan diatas terbukti belum efektif dalam memperbaiki kenerja sumber daya manusia pelaku Kakuasaan Kehakuman di Indonesia, sebenarnya masih ada bentuk pengawasan lainterhadap hakim, yakni melalui media masa dan oleh publik atau masyarakat pada umunya.

Aspek pengawasan dan pembinaan terhadap sumber daya manusia pelaku kekuasaan kehakiman pasca sistem peradilan satu atap adalah merupakan qonditio sine quanon, bukan saja karena pengawasan dan pembinaan merupakan satu-satunya sistem yang memiliki akses langsung untuk membangun sumber daya manusia pelaku kekuasaan kehakiman serta mencegah terjadi penyimpangan dan penyelewengan, tetapi juga karena fungsi pengawasan adalah merupakan penyeimbang kemandirian kekuasaan kehakiman. Dalam upaya memantapkan sistem pengawasan dan pembinaan sumber daya manusia pelaku kekuasaan kehakiman, harus dititik beratkan pada pembangunan ‘integrated system’ yang bertumpu pada struktur institusional, aspek substansial dan aspek lain yang baik langsung atau tidak langsung turut mempengaruhi, sehingga dapat meningkatkaan citra, wibawa badan peradilan sebagai lembaga terhormat dan dihormati.

Anyer – 7-8 Februari 2007

Tidak ada komentar: