Rabu, 05 Agustus 2009

Administrasi Perkara

ADMINISTRASI PERKARA dan TEKNIS YUSTISIAL

Disampaikan :

R. JAYA RAHMAT, S.Ag., M.Hum.

Pada :

RAPAT KERJA PTA BANTEN 2008

PENDAHULUAN

Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, yang dengan rahm-at dan karunia-Nya kita semua dapat hadir dalam rangka Rapat Kerja Pengadilan Tinggi Agama Banten dan Pengadila Agama se Wilayah Pengadilan Tinggi Agama Banten tanggal 6 s/d 8 Februari 2007 di Anyer.

Sebelum memasuki materi yang akan saya sampaikan, ada baiknya terlebih dahulu mengenali visi dan misi Mahkamah Agung sebagai berikut :

Visi Mahkamah Agung adalah : Mewujudkan supremasi hukum melalui kekuasaan kehakiman yang mandiri, efektif, efisien, serta mendapatkan kepercayaan publik, professional dan memberikan pelayanan hukum yang berkualitas, etis, terjangkau dan biaya rendah bagi masyarakat serta mampu menjawab panggilan pelayanan publik.

Untuk mencapai visi tersebut ditetapkan misi-misi Mahkamah Agung sebagai berikut :

1. Mewujudkan rasa keadilan sesuai dengan undang-undang dan peraturan, serta memenuhi rasa keadilan masyarakat.

2. Mewujudkan peradilan yang mandiri dan independent, bebas dari campur tangan pihak lain.

3. Memperbaiki akses pelayanan di bidang peradilan pada masyarakat.

4. Memperbaiki kualitas input internal pada proses peradilan.

5. Mewujudkan institusi peradilan yang efektif, efisien, dan bermartabat serta dihormati.

6. Melaksanakan kekuasaan kehakiman yang mandiri, tidak memihak, dan transparan.(Pengarahan Wakil Ketua MARI Bidang Non Yudisial)

Untuk tercapainya misi-misi tersebut di atas, kita sebagai bagian dari pelaku kekuasaan kehakiman perlu memahami dengan baik segala tugas dan kewajiban kita, apalagi setelah berlakunya Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Tanggal 21 Maret 2006 yang menambah tugas dan kewenangan Pengadilan Agama, disamping tugas dan kewenangan yang sudah ada sebelumnya.

Ada dua hal yang penting kita benahi. Pertama, kemampuan sumber daya manusia, baik sebagai hakim, petugas kepaniteraan, dan petugas kesekritariatan. Kedua, akses pelayanan kita kepada masyarakat, baik pada saat pencari keadilan datang mengajukan perkara, ketika pemanggilan dilaksanakan, proses dalam persidangan, memberikan putusan yang tegas dan tidak membuka celah untuk dipersoalkan oleh masyarakat, dan pada saat penyampaian putusan kepada pihak-pihak.

Sekarang, bukan lagi zamannya masyarakat menganggap Hakim Agama sebagai qadhi yang putusannya dielok-elokkan sebagai suatu kebenaran mutlak dan harus diikuti. Masyarakat sekarang sudah kritis dan sudah berpikir realistis dalam membaca putusan pengadilan dengan segala pertimbangannya.

Di lain pihak, kita belum dapat berbangga diri dalam hal penanganan administrasi keperkaraan. Sekalipun, pembinaan berulang-kali diadakan, yang namanya kelalaian, kesalahan, dan malas masih saja menghinggapi diri pejabat kepaniteraan pada khususnya. Sering kita bertanya-tanya, mengapa penulisan buku-buku kepaniteraan selalu dicoret-ceret, mengapa kolom-kolom yang seharusnya diisi dibiarkan kosong, mengapa instrument tidak dapat berjalan lancar, mengapa instrument tidak lengkap disediakan, apakah terlalu banyak pekerjaan atau kurang keseriusan dengan pekerjaan atau ada faktor lain yang tidak terekam oleh kita. Semuanya masih meninggalkan banyak pertanyaan menyangkut kemampuan Sumber Daya Manusia kita.

Kita berharap pada tahun 2007 ini, semua karyawan/karyawati PengadilanTinggi Agama Banten dengan seluruh jajarannya memperbaharui tekad dan semangat untuk mengabdi kepada pekerjaan dengan sebaik-baiknya guna mendapat rida Allah, karena pekerjaan kita adalah amanah yang harus kita pertanggung-jawabkan kepada-Nya.

Pada tulisan ada beberapa permasalahan yang dianggap perlu untuk kita diskusikan bersama.

ADMINISTRASI PERKARA

Administrasi perkara adalah bagian dari Court of Law yang harus dilaksanakan oleh semua aparat peradilan. Untuk itu semua aparat peradilan dituntut agar memahaminya dengan baik sehingga proses penyelenggaraan peradilan berjalan dengan baik pula, dan apa yang diharapkan sebagai peradilan yang berwibawa, terhormat dan dihormati itu terwujud dalam kenyataan bukan hanya dalam impian dan khayalan.

Dalam Pola Bindalmin kita mengenal beberapa pola yang harus dipedomani untuk lancarnya peroses jalannya peradilan. Disana ada pola prosedur penyelenggaraan adimistrasi perkara, pola register perkara, pola keuangan perkara, dan pola kearsipan perkara. Semuanya telah terurai dengan jelas dan sistematis.

1. Meja Pertama

· Perlawanan berupa verzet tidak diberi nomor baru, nomor yang dipakai adalah nomor perkara asal. Berbeda dengan perlawanan darden verzet atau perlawaan pihak ketiga dicatat dengan nomor baru dan sebagai perkara baru.(Penerapan dan Pelaksanaan Pola Bindalmin, hal.5)

· Pelaksanaan tugas Meja Pertama di beberapa PA belum diberdayakan secara maksimal, karena ada sementara Pejabat yang seharusnya tidak menangani tugas Meja Pertama, ikut-ikutan menanganinya seperti halnya penanganan perkara baru, perkara banding, dan perkara kasasi.

· Pelaksana tugas Meja Pertama sering mengaku tidak diberi petunjuk yang cukup oleh atasannya, sehingga tidak mengerti dengan benar tugas dan pekerjaannya. Kemungkinan lain petugas itu enggan bertanya karena merasa sudah mengerti, padahal tidak memahaminya secara benar.

2. Buku-buku Register

· Tidak ada petunjuk untuk semua buku register harus dibuka pada setiap buku oleh Ketua PA dengan menyebut jumlah halaman pada buku tersebut dan memberi nomor halaman pada setiap lembar, serta membubuhkan tanda-tangan pada halaman awal dan halaman akhir dan membubuhkan paraf pada halaman selebihnya, seperti halnya pada Buku Jurnal dan Buku Induk Keuangan Perkara.

· Penomoran halaman juga tidak ada petunjuk dalam Pola Bindalmin, karenanya hal ini perlu dibahas pada kesempatan ini untuk keseragaman bagi semua PA dalam wilayah yurisdiksi PTA Banten.

· Penulisan buku-buku register sudah seharusnya menggunakan tinta yang sama (yang sebaiknya warna hitam) sejak dari halaman awal sampai akhir, sehingga terlihat kerapian dan kebersihan buku secara estetis.

· Penulisan petitum dan amar putusan yang panjang, harus dirangkap dengan kertas tambahan yang panjangnya hanya seukuran panjang regester dan selebar kolom yang tersedia, bila tidak cukup ditempatkan lagi kertas seukuran tersebut di atasnya dan seterusnya. Semuanya ditempatkan pada bagian atas bukan disambung dari bagian bawah .

· Penulisan buku regester harus dihindari dari kesalahan. Bila terjadi juga kesalahan penulisan, hindari dari penggunaan type-x (re type), tetapi kesalahan penulisan itu harus dicoret sekali coretan saja dan ditulis kata atau kalimat yang betul diatasnya atau dibawahnya atau di bagian yang memungkinkan kemudian diparaf.

· Karyawan yang ditunjuk untuk menulis buku-buku register diusahakan yang memiliki tulisan baik dan tulisannya mudah dibaca. Selain tulisan baik, juga yang paling penting teliti dan tekun.

· Petugas buku regester harus mencatat semua peristiwa pada saat terjadinya peristiwa tersebut, tidak perlu menunggu selesai semua rangkaian peristiwa, baru dicatat.

· Kepaniteraan wajib menyiapkan semua instrument yang berkenaan dengan proses perkara sejak didaftar hingga putus dan pelaksanaan putusan.

· Para hakim, penitera sidang, petugas-petugas meja, juru sita wajib mengaktifkan diri dalam melaksanakan tugas pengisian instrument dan menyerahkan kepada yang berhak menerimanya.

· Sejak awal tahun ini semua kelengkapan buku register sudah tersedia. Perhatikan regester yang tidak banyak digunakan seperti buku register kasasi, banding dan peninjauan kembali untuk pengadaannya! Berdasarkan pengalaman tahun 2006. ada Pengadilan Agama yang belum menyiapkan buku regester secara lengkap, padahal sudah bulan ke 5 tahun bersangkutan.

· Kewajiban bagi Pimpinan Pengadilan atau atasan langsung petugas buku untuk memeriksa hasil pencatatan petugas buku register, sehingga petugas buku regester merasa diperhatikan dan diawasi. Jangan biarkan dia bekerja semaunya sendiri tanpa motifasi apapun. Karena tidak diperiksa, mungkin dia tidak mengerti apakah pekerjaannya benar atau salah.

3. Register Induk Pekara Gugatan/ Pemohonan

· Hindari dengan sangat, perbedaan penulisan amar putusan antara asli putusan dan salinan putusan dengan amar putusan yang tertulis pada Buku Regester.(kolom 8 dan 13)

· Hindari kesalahan dalam penulisan kode tanggal penundaan sidang dan alasan penundaaan sidang. Seharusnya kode c. diberikan untuk tanggal dan kode d. untuk alasan. Keduanya selalu ditulis berulang-ulang sepanjang ada penundaan. (kolom 7)

· Keterangan lain-lain harus mencerminkan adanya keterkaitan dengan perkara tersebut seperti Penggugat atau Tergugat tidak hadir pada sidang terakhir, hal ini berkaitan dengan kekuatan hukum tetap atau penyampaian isi putusan. (kolom 29 b gugatan dan kolom 15 permohonan)

4. Buku Register Banding/ Kasasi

  • Hindari perkara banding dan kasasi tertahan lama di Pengadilan Agama. Ada beberapa perkara banding di Pengadilan Agama belum dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama Banten dan tertahan di pengadilan tersebut antara lima(5) sampai sepuluh (10) bulan. Juga ditemukan beberapa perkara kasasi yang terdaftar pada bulan April, Juni, Juli, Agustus, dan Oktober belum dikirim ke Mahkamah Agung. Malahan ada perkara kasasi yang terdaftar pada tanggal 5 Nopember 2004 sampai dengan tanggal 20 Desember 2006 belum dikirim ke Mahkamah Agung. Mungkin hal ini tidak termonitor oleh Ketua dan Wakil Ketua. Sebenarnya bila keterlambatan itu dikarenakan oleh adanya masalah teknis yang menyangkut hukum, seyogyanya ditanyakan solusinya kepada PTA Banten.

· Mulai tahun 2007 ini sama-sama kita mengantisipasi kejadian serupa, agar tidak terulang lagi. Pengadilan Tinggi Agama perlu mendapat laporan dari Pengadilan Pertama bila ada perkara banding dan kasasi yang sudah mencapai tiga (3) bulan belum dikirim kepada Pengadilan Banding dan Mahkamah Agung.

· Di Pengadilan Banding, harus ada seorang petugas untuk memonitor perkara banding dan kasasi dengan diberi kelengkapan alat monitoring tersebut berupa Buku Bantu Khusus.

5. Buku Register Akta Cerai

· Ada Pengadilan Agama yang tidak membuat berita acara tentang jumlah blangko Akta Cerai sisa tahun lalu, yang diterima tahun bersangkutan, yang rusak, yang digunakan dan yang tersisa pada setiap tahun. Berita acara tersebut kita harapkan berlaku untuk blanko sejak awal tahun 2006 dan tahun 2007.

· Sering terjadi pembuatan Akta Cerai berdasarkan kemauan Panitera Pengganti dan Hakim. Berkas perkara masih ditangan mereka oleh sebab belum selesai pembuatan BAP dan putusan, padahal perkara sudah putus. Akibatnya pembuatan Akta Cerai berlarut-larut. Seharusnya pembuatan Akta Cerai dilaksanakan berdasarkan urut perkara yang putus dan berkekuatan hukum tetap (inkracht).

6. Buku Induk Keuangan Perkara

· Ketua Pengadilan Agama berkewajiban melakukan pengawasan intern. Memeriksa dan menutup Buku Induk Keuangan Perkara secara insidentel adalah perintah Buku II. Ada di antara Ketua cuma mengetahui buku yang ditutup Panitera pada setiap akhir bulan saja dengan membubuhkan tanda-tangan. Selain itu ada pula sebagian Ketua yang tidak pernah tahu kecocokan antara uang yang tertera pada buku tabelaris dengan uang yang ada dalam kas.

· Sejak awal tahun ini sudah seharusnya dalam rangka pengawasan, Ketua menutup buku tabelaris / Buku Induk Keuangan Perkara pada setiap saat yang menurutnya perlu ditutup dan pada setiap tiga (3) bulan sekali..

· Penutupan buku, bukan hanya penempatan tanda-tangan bahwa buku sudah ditutup, tetapi harus memeriksa uang yang ada dalam kas dan uang yang ada dalam rekening bank.

· Terhadap uang yang tersimpan di bank, untuk pengadministrasiannya harus dibuatkan Buku Bantu yang berisi keterangan berapa jumlah uang modal dan berapa uang yang berbentuk bunga yang ada dalam rekening bank itu. Bunga bank menjadi milik negara dan harus disetor ke negara.

1. Buku Jurnal Perkara

· Catatan uang yang termuat dalam Buku Jurnal Keuangan Perkara tidak boleh berbeda dengan uang yang tertera pada Buku Induk Keuangan Perkara. Sehingga kedua buku tersebut saling berkaitan. Semua penerimaan dan pengeluaran uang dari para pihak jelas termuat dengan nyata pada kedua buku tersebut.

· Petugas buku tidak boleh lalai dalam mencatat setiap aktifitas perkara yang berkenaan dengan keuangan perkara berdasarkan instrumen.

2. Laporan Keuangan Perkara (LI-PA7)

· Dalam laporan keuangan perkara selalu tidak dicantumkan penerimaan dan pengeluaran APP, (memang dalam blanko yang diedarkan Pusat tidak memuat hal ini), padahal dalam Buku Induk Keuangan Perkara dan dalam buku jurnal perkara, uang tersebut dimasukkan dalam peneriman dan pengeluaran. Seharusnya antara kedua buku tersebut terdapat kesamaan penerimaan dan pengeluaran.

· Terobosan perlu dilakukan dengan menambah satu poin dalam blangko pelaporan keuangan LI-PA7 sehingga semua yang tercantum dalam buku keuangan termuat dalan laporan.

3. Laporan-laporan lainnya

· Ada delapan jenis laporan, termasuk Laporan Keuangan Perkara yang harus dilakukan oleh Pengadilan Pertama kepada Pengadilan Banding untuk selanjutnya oleh Pengadilan Banding diteruskan ke Mahkamah Agung, -dalam hal ini-, Ditjen Peradilan Agama.

· Dalam peraktek, ternyata ada di antara Pengadilan Pertama yang tidak tepat waktu dalam penyampaian laporan-laporan tersebut.

· Oleh karena itu sudah seharusnya kita bersepakat untuk paling lambat laporan-laporan tersebut sudah sampai di Pengadilan Banding selambat-lambatnya pada tanggal 06 bulan berikutnya untuk laporan bulan lalu.

TEKNIS YUSTISIAL

A. HUKUM ACARA

  • Pemeriksaan Harta Bersama

Pemeriksaan harta bersama yang dikumulasi dengan cerai gugat atau cerai talak dilaksanakan secara tertutup, karena adanya gugatan harta bersama tersebut merupakan acessoir dari pokok perkara gugatan cerai yang harus diperiksa tertutup. Berbeda halnya bila gugatan harta bersama tersebut diajukan tersendiri, maka pemeriksaannya dilakukan secara terbuka. (Tanya Jawab Perdata Agama MARI Tahun 2006)

  • Sita Harta Bersama

Apabila salah satu pihak meminta agar pengadilan meletakkan sita atas harta bersama, pengadilan harus menegakkan patokan sebagai berikut :

- penyitaaan atas harta bersama harus menyeluruh atas semua harta bersama,

- penyitaan atas semua harta yang ada di tangan penggugat dan tergugat,

- keliru bila permintaaan sita hanya atas harta yang ada di tangan tergugat,

  • Memori Banding

Memori Banding bukan suatu kewajiban, berbeda dengan perkara kasasi, maka petugas pengadilan tidak perlu menunggu adanya memori banding bila pembanding tidak bersungguh-sungguh menyerahkannya. (DR.H. Abdul Manan, S.H.,S.IP.,M.Hum., Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama) Tugas Pengadilan cukup membuat surat keterangan bahwa pembanding tidak menyerahkan memori banding. Apabila di kemudian hari memori banding diserahkan, tugas Pengadilan Pertama adalah mengirimnya ke Pengadilan Banding.

  • Adanya Berkas Banding Dan Kasasi tertahan di PA

Kemungkinan besar persoalan tersebut di atas adalah karena pihak pembanding atau terbanding atau keduanya sudah tidak diketahui lagi alamatnya. Juru sita kesulitan menyampaikan surat-surat pemberitahuan kepada pihak-pihak itu. Untuk ini, (mari kita diskusikan), mengapa tidak digunakan Pasal 390 ayat (3) HIR yang berbunyi : “Tentang orang-orang yang tidak dikerahui tempat tinggalnya dan tentang orang-orang yang tidak dikenal, maka eksploit dijalankan terhadap kepala pamongpraja…” untuk ini panggilan ditempelkan pada Papan Pengumuman Pengadilan dan pada Papan Pengumuman Bupati/ Walikota. dan untuk lebih obyektif serta realistis dapat juga diumumkan lewat mass media. (Pasal 6 dan 7 R.V.)

  • Arti Panggilan Secara Luas

Pengertian panggilan secara luas diatur dalam Pasal 139 dan 388 HIR, yaitu :

1. panggilan sidang pertama,

2. pangilan menghadiri sidang lanjutan,

3. panggilan terhadap saksi atas permintaan pihak,

4. dalam arti luas :

4.1. pemberitahuan putusan Pengadilan Banding dan Kasasi,

4.2. pemberitahuan Akta Banding kepada terbanding,

4.3.pemberitahuan memori dan kontramemori banding,

4.4.pemberitahuan yang berhubungan dengan kasasi dan PK.

(Hukum Acara Perdata, M.Yahya Harahap, S.H. p.213-214)

  • Berita Acara Persidangan Dan Putusan

Secara umum pembuatan berita acara persidangan oleh Panitera Pengganti telah memenuhi ketentuan peraturan yang berlaku. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan :

1. Kemampuan berbahasa yang baik, sehingga yang membacanya akan dapat memahami dengan cepat. Seorang Penitera Pengganti harus mengerti dimana meletakkan titik, koma, dan lain-lain. Demikian pula seyogyanya dalam Berita Acara Persidangan digunakan bahasa yang baku. Misalnya penulisan nama bulan, baik bulan Hijriyah maupun bulan Masehi. Bahasa baku untuk bulan Masehi adalah Februari dan November (bukan Pebruari dan Nopember) dan untuk bulan hijriyah adalah Muharam, Safar, Rabiulawal, Rabiulakhir, Jumadilawal, Jumadilakhir, Rajab, Syakban, Ramadan, Syawal, Zulkaidah, dan Zulhijah (Kamus Umum Bahasa Indonesia). Apabila kata asing itu ditulis dalam bentuk aslinya, maka dalam penulisannya digunakan huruf miring, misalnya Ramadhan, Jamadil Ula, Jamadil Akhirah, Muharram, Shafar, Rabi’ul Awwal, Rabi’ul Akhir, Sya’ban, Syawwal, Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, inkracht, subsidair, up to date, tetapi bila sudah menjadi bahasa Indonesia yang baku, maka penulisannya harus menurut ejaan bahasa Indonesia. Semua kita mengakui bahwa berbahasa Indonesia yang baik dan benar itu sulit, baik dalam bahasa lisan maupun bahasa tulisan.

2. Putusan tidak boleh melebihi apa yang tercatat di dalam Berita Acara Persidangan. Sebenarnya hal ini sudah sering diingatkan tetapi karena kelalaian Panitera Pengganti dan mungkin Hakim juga tidak pernah membaca Berita Acara Persidangan, maka hal tersebut sering berulang kali terjadi. [Pasal 178 ayat (3) HIR]

3. Dalam putusan seharusnya ada keterkaitan yang berhubungan erat antara amar putusan dengan pertimbangan hukum, petitum, dan posita. Tidak ada amar putusan yang gantung, tanpa pertimbangan hukum, dan tidak ada petitum yang tidak dipertimbangkan tentang hukumnya. (Pasal 25 ayat (1) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004, Put. MARI Nomor 638 K/Sip/1969 yang menyatakan bahwa putusan Hakim Pertama dan Hakim Banding dibatalkan karena tidak cukup pertimbangan)

4. Pada suatu Pengadilan Agama, ada terdapat perbedaan amar putusan yang termuat dalam putusan dan salinan putusan dengan yang termuat di dalam Berita Acara Persidangan. Hal ini diharapkan agar tidak terjadi lagi. Seharusnya, amar putusan yang ada pada putusan, salinan putusan, buku Regester Induk Perkara, dan relas pemberitahuan isi putusan sama bunyinya.

5.Di dalam penulisan identitas para pihak selalu ditulis : Agama Islam, seharusnya agama Islam. Penulisan yang salah ini banyak dilakukan oleh Panitera Pengganti. Demikian pula tentang pekerjaan selain Pegawai Negeri Sipil, selalu ditulis swasta, tanpa penjelasan apa sebenarnya pekerjaan pihak-pihak itu. Terkadang kejelasan pekerjaan itu sangat diperlukan dan sangat membantu dalam menentukan nafkah iddah atau mut’ah. Bila memang pekerjaan tidak tertulis dalam identitas pihak-pihak, seharusnya Hakim menanyakannya untuk dicatat dalam BAP.

6. Pada setiap akhir kalimat di dalam putusan sering ditutup dengan tanda ellipsis […….] atau tanda hubung [--------] yang memanjang, padahal di dalam putusan-putusan Mahkamah Agung hal ini tidak ditemukan. (perlu didiskusikan)

7. Ada beberapa putusan yang amarnya tidak lengkap menyebut obyek sengketa. Amar tersebut hanya menunjuk obyek sengketa dengan kata-kata “ sebagaimana yang tersebut dalam gugatan Penggugat”. Seharusnya hal ini tidak perlu terulang lagi, karena bunyi amar putusan itu harus jelas dan rinci.

· Surat Kuasa Yang Tidak Ditanda-tangani Pihak Kuasa

Dalam persidangan pertama, bila Hakim menemukan adanya Surat Kuasa yang ditanda-tangani oleh Pemberi Kuasa (Penggugat atau Tergugat Prinsipal) saja, sedangkan pihak pengacara atau penerima kuasa tidak bertanda-tangan, Hakim tidak gegabah menyatakan Surat Kuasa itu tidak sah berdasar Pasal 1338 KUH Perdata yang menganut Asas Konsensualitas. Cukup bagi Hakim untuk menanyakan kepada Pemberi Kuasa, bila Pemberi kuasa membenarkannya dalam persidangan, kuasanya sah dan wajib dicatat di dalam Berita Acara Persidangan. (Tanya Jawab Peradilan Umum MARI Tahun 2006, hl.31-32)

· Pencabutan Banding Oleh Kuasa

Bila seorang Kuasa mencabut perkara banding tanpa sepengatahuan Pembanding Prinsipal dan Pembanding Prinsipal tersebut keberatan atas tindakan Kuasa, maka jalan keluar bagi Pembanding Prinsipal melakukan perlawanan terhadap Penetapan Pencabutan Banding tersebut dan Pengadilan Tingkat Pertama melakukan pemeriksaan dan memberikan penetapan. Apabila penetapan pencabutan dibatalkan dengan mencabut kembali penetapan tersebut, maka banding dapat diteruskan.

· Pihak Pemberi Kuasa Meninggal

Apabila pihak pemberi kuasa meninggal dunia, pemberian kuasa berakhir demi hukum (1813 KUHPerdata), maka untuk mengekalkan posisi kuasa harus ada penegasan tertulis dari Ahli Waris untuk melanjutkan kuasa itu.

· Surat Kuasa Yang Dibuat Di Luar Negeri

Surat Kuasa yang dibuat di luar negeri, keabsahannya harus :

1. Memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Surat Edaran Mahkamah Agaung tanggal 23 Januari 1971, yaitu dalam bentuk akta di bawah tangan atau akta otentik.

2. Menyebut identitas para pihak

3. Menyebut obyek dan jenis kasus sengketa.

4. Dilegalisasi oleh KBRI setempat atau Konjen. (M.Yahya Harahap, S.H., Hukum Acara Perdata, hal.24)

· Orang Sakit Ingatan Sebagai Pihak

Dalam hal gugat cerai atau cerai talak, bila ternyata yang menjadi pihak adalah orang yang sakit ingatan atau gila, maka untuk kepentingn hukum yang bersangkutan cukup diwakili oleh orang tuanya atau walinya. (Tanya Jawab Perdata Agama MARI Tahun 2006 hal. 20-21)

Orang tuanya atau kerabatnya yang menghendaki jadi wali pengampu (kurator) untuk kepentingan hukum orang yang sakit ingatan tersebut, tidak otomatis sebagai wali pengampu, untuk itu harus dengan penetapan Pengedilan Negeri. (Tanya Jawab Perdata Agama MARI Tahun 2006 hal. 13)

Pasal 229 HIR menjelaskan :” Jika seorang dewasa karena akalnya terganggu, tidak mampu untuk mengurus dirinya sendiri serta harta bendanya, maka tiap-tiap keluarga terdekat dan jika tidak ada, jaksa kepala atau jaksa dapat memohon agar diangkat seorang pengampu untuk mengurus orang demikian atau harta bendanya”.

· Pembebanan Bukti Dalam Sidang Verzet

Dalam sidang verzet, pihak pelawan kembali berkedudukan sebagai tergugat dan pihak terlawan kembali berkedudukan sebagai pihak tergugat. Landasan pemeriksaan kembali merujuk kepada dan bertitik tolak dari dalil gugat yang diajukan penggugat semula/terlawan.

Sistem pembebanan wajib bukti (burden of proof) harus ditegakkan Pasal 163 HIR yaitu :

1. meletakkan beban wajib bukti kepada penggugat/ terlawan untuk membuktikan dalil gugatannya,

2. dan kepada tergugat/ pelawan dibebani wajib bukti untuk membuktikan bantahannya (counter claim) (Pandangan dan Pendapat MARI, Desember 1997)

· Tambahan Alat Bukti

Dalam persidangan, sebelum sampai kepada tahapan penyerahan kesimpulan oleh masing-masing pihak, pengajuan penambahan alat bukti dapat dilaksanakan, sekalipun pada hari tersebut adalah sidang penyerahan kesimpulan. Bila sebelum kesimpulan diserahkan, tetap diperkenankan untuk menyampaikan alat bukti tambahan. Dengan demikian Panitera Pengganti harus mencatat peristiwa itu dalam Berita Acara Persidangan dan Hakim wajib menawarkan pula kepada pihak lawan akan kesempatan untuk menyampaikan tambahan pembuktian, bila ada tambaan pembuktian pada pihak lawan. (Tanya Jawab Perdata Umum MARI Tahun 2006, hal. 8)

· Surat Kuasa Penggugat Konvensi Cacat

Apabila surat kuasa penggugat konvensi cacat hukum, maka gugatan rekonvensi harus dinyatakan dikesampingkan dan tidak dapat diterima karena gugatan rekonvensi tergugat berhubungan erat dengan gugatan konvensi penggugat. [(Putusan MARI Nomor 1527 K/Sip/1973), lihat M.Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, hal.23]

· Penundaan Sidang Ikrar Talak

Pemohon yang telah dipanggil untuk mengucapkan Ikrar Talak, tidak dapat ditunda sidang Ikrar Talaknya hanya karena Pemohon tidak menyiapkan sejumlah uang nafkah iddah atau kewajiban lainnya sebagaimana dicantumkan dalam amar putusan. Untuk mendapatkan haknya, Termohon dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Agama yang memberi putusan itu. (Tanya Jawab Perdata Agama MARI, hal.2)

· Penetapan Putusan Izin Ikrar Tidak Berkekuatan Hukum

· Putusan izin ikrar talak dinyatakan gugur setelah berlalu waktu 6 (enam) bulan, pemohon cerai talak tidak mengucapkan ikrar talaknya. Menghitung tenggang waktu 6 bulan itu sejak ditetapkan hari sidang penyaksian ikrar talak, bukan sejak putusan izin cerai dibacakan, bukan pula sejak panggilan disampaikan dan juga bukan sejak sidang ikrar talak dibuka yang tidak dihadiri Pemohon. [Pasal 70 ayat (6) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989]

· Istilah Intervensi Dan Derden Verzet

Intervensi adalah upaya pihak ketiga yang semula tidak turut sebagai pihak. Pihak ketiga itu disebut Penggugat Intervensi dan para pihak sebelumnya disebut Tergugat Intervensi. (Dasar hukumnya Pasal 279 dan 70 R.V.)

Derden verzet (DV) atau perlawanan pihak ketiga

1. ditujukan terhadap sita dan eksekusi, termasuk sita jaminan atau sita marital yang dilaksanakan Pengadilan dalam poses pengadilan tingkat pertama, banding dan kasasi, (Putusan MARI Nomor K/Pdt/1991)

2. paling lambat diajukan sebelum eksekusi selesai dilaksanakan,(Pasal 127 HIR)

3. dengan dalil title hak milik pelawan atau merugikan kepentingan pelawan berdasarkan hukum perjanjian misalnya, atas alas hak pelawan sebagai pemegang hak agunan, pemegang hak sewa, atau alasan kedudukan sebagai suami isteri terhadap harta bersama yang diperjanjikan (Pasal 36 UU No.1 Th.1974)

(M.Yahya Harahap, S.H., Permasalahan Hukum Acara Pada Peradilan Agama, hal.42 dan Hukum Acara Perdata, hal. 299)

· Eksekusi Gaji Pegawai Negeri Sipil

· Bila kadung terjadi ada PA yang memutus perkara perceraian dan dalam putusannya membagi gaji PNS yang diperuntukkan kepada isterinya sepertiga atau seperdua bagian, Pengadilan tidak dapat mengeluarkan perintah kepada pihak ketiga seperti bandaharawan kantor untuk membagi gaji pegawai PNS tersebut, karena pihak ketiga bukan pihak. (Semoga ini tidak terjadi di PA, karena kita sepakat bahwa PP No.10 Tahun 1983 jo. PP Nomor 45 Tahun 1990 adalah urusan disiplin Pegawai Negeri Sipil)

· Panggilan Aanmaning Bagi Yang Tidak Diketahui Alamatnya

Untuk keperluan aanmaning bagi termohon eksekusi yang tidak diketahui alamatnya, maka pemberitahuan disampaikan kepada termohon tersebut lewat pengumuman :

- di Kantor Pengadilan, dan

- di Kantor Bupati/Walikota, [Pasal 390 ayat (3) HIR] dan

- bila diperlukan juga diumumkan di mass media. (Pasal 6 dan 7 R.V.)

- lamanya pengumuman satu bulan. (Tanya Jawab Perdata Agama MARI Tahun 2006, hal. 45)

· Eksekusi Dan Pengakuan Hak Milik Oleh Pihak Ketiga

Apabila suatu sengketa kebendaan telah berkekuatan hukum tetap, sementara sebelum atau setelah aanmaning dan sebelum eksekusi selesai dilaksanakan, ada pihak ketiga yang mengklaim bahwa obyek sengketa itu adalah miliknya dengan menunjukkan sertifikat atau bukti lainnya, Ketua Pengadilan Agama sekali-kali tidak boleh dengan serta-merta mengeluarkan Penetapan Non Executable, karena akan mengundang datangnya berbagai persoalan dan ketidak pastian hukum.

Untuk kasus ini, yang dilakukan Ketua PA adalah menyarankan kepada pihak ketiga itu untuk mengajukan gugutan perlawanan (darden verzet) dengan perkara dan nomor baru.

· Yang Bukan Pihak Masuk Dalam Putusan

Eksekusi tidak dapat dilaksanakan terhadap obyek sengketa yang dikusai pihak yang tidak ikut dalam sengketa gugatan. Misalnya dalam amar putusan berbunyi : “Menghukum Tergugat untuk menyerahkan kepada Penggugat sebidang tanah yang dikuasai oleh A... dan seterusnya”, padahal A tidak termasuk sebagai pihak dalam sengketa itu. Untuk menyelasaikan sengketa ini, Penggugat sekali lagi menggugat A atas obyek tersebut berdasarkan Putusan PA, dan bila menyangkut kepemilikan bukan lagi kewenangn PA.

· Sita Jaminan

Ada Pengadilan Agama dalam wilayah PTA Banten yang meletakkan sita jaminan sebanyak obyek yang digugat, kemudian dalam putusannya menyatakan menolak sebagian gugatan penggugat, tanpa mengangkat sita atas obyek yang dinyatakan ditolak. Seharusnya majelis tersebut dalam pertimbangan dan amar putusan menyangkat sita atas obyek yang ditolak. Jalan keluarnya bila perkara tersebut sudah inkracht pihak berperkara yang dirugikan memohon pengangkatan sita tersebut kepada PA bersangkutan.

· Keberatan Terhadap Sita Jaminan

Ketika Juru Sita tiba di lapangan untuk melakukan penyitaan (CB) ada pihak ketiga yang keberatan dengan memperlihatkan bukti kememilikan berupa akta otentik, maka Juru Sita :

1. karena jabatannya dapat mengeluarkan Berita Acara Pendapat, atau

2. tetap melaksanakan penyitaan dan memberitahukan kepada pihak ketiga itu agar melakukan perlawanan atas sita tersebut. (Tanya Jawab Perdata Umum MARI Tahun 2006, hal.1)

· Kewenangan Melaksanakan Sita Jaminan

Kewenangan untuk melaksanakan sita jaminan hanya ada pada Pengadilan Tingkat Pertama. Apabila suatu perkara dalam status banding atau kasasi tidak menutup kemungkian untuk dimohonkan sita jaminan oleh para pihak [Pasal 227 ayat (1) HIR]. Yang dapat menerima permohonan sita jaminan itu adalah Pengadilan Pertama. Dan apabila ada permohonan sita jaminan, Pengadilan Pertama memberitahukan kepada Pengadilan Banding atau Kasasi agar Pengadilan Banding dan Kasasi menunggu penetapan sita itu. Bila sita jaminan dikabulkan, Pengadilan Pertama wajib mengirim hasilnya kepada Pengadilan Banding atau Kasasi agar dalam putusan Pengadilan Banding dan Kasasi peletakan sita itu dimuat dalam pertimbangan dan amar putusan.(Pasal 197 HIR, Himpunan Tanya Jawab Rakerda MA RI 1986)

B. HUKUM MATERIIL

· Murtad Diadili Pada Pengadilan Agama

Berdasarkan Surat Mahkamah Agung tanggal 13 Agustus 1983 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 726 K/ Sip/ 1976 tanggal 15 Februari 1977, pihak yang murtad menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam perkara cerai gugat dan cerai talak.

  • Cerai Talak Yang Diajukan Suami Yang Murtad

Dalam perkara cerai talak yang diajukan oleh suami yang murtad diputus dengan fasakh, bukan izin ikrar talak sekalipun dalam petitumnya berupa permohonan izin talak. Hakim dalam pertimbanan hukumnya harus memberi pertimbangan hukum tentang pergeseran dari izin ikrar yang menjadi fasakh itu. Akan tetapi bila murtadnya setelah adanya putusan izin talak, maka izin mengucapkan ikrar talak dilaksanakan dengan alasan penundukkan diri kepada Hukum Islam oleh non muslim.

  • Pencabutan Hibah Oleh Orang Tua

Orang tua boleh mencabut hibah yang diberikannya kepada anak, akan tetapi kekuatan hukum pencabutan hibah itu harus melalui penetapan Pengadilan Agama, bila hibah itu dilakukan berdasarkan Hukum Islam. Tanpa penetapan pencabutan hibah oleh Pengadilan Agama, hibah tersebut tetap berkekuatan hukum sebagai hibah. (Tanya Jawab Perdata Agama MARI Tahun 2006, hal.14)

  • Hibah Yang Menjadi Dan Tidak Menjadi Harta Bersama

Pasal 35 : (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Pasal 87 KHI menyebutkan :

Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta yang diperoleh oleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan”.

Persoalannya sekarang muncul untuk menentukan suatu hibah yang diberikan oleh seseorang atau badan hukum atau lainnya kepada salah seorang suami atau isteri. Kapan hibah disebut harta bersama dan kapan hibah disebut milik penuh penerima hibah (suami atau isteri)?.

Penulis sementara ini berpendapat (dan dapat didiskusikan lagi):

1. Hibah menjadi milik suami atau isteri secara penuh bila pemberi hibah itu adalah orang atau badan hukum atau lainnya yang dalam pemberiannya tidak mempunyai keterkaitan dengan pekerjaan tetap penerima hibah atau secara tegas dinyatakan bahwa hibah itu hanya diperuntukkan kepada penerima hibah itu saja. Hibah seperti ini dipersamakan dengan harta bawaan.

2. Hibah menjadi harta bersama, bila hibah itu diberikan oleh seseorang atau badan hukum yang antara penerima dan pemberi hibah itu terikat oleh suatu pekerjaan tetap yang mengakibatkan adanya hak, tanggung-jawab, dan kewajiban seperti disiplin kerja, pelaksanaan pekerjaan tertentu dan lain-lain kewajiban, disamping ada hak seperti gaji, tunjangan, insentif, dan lain-lain penghasilan yang berkenaan dengan pekerjaannya. Hibah yang diberikan yang ada keterkaitan dengan pekerjaan penerima hibah seperti di atas adalah hibah yang menjadi harta bersama.

  • Pengangkatan Anak Berdasarkan Hukum Islam

Pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam sesuai dengan Pasal 49 huruf a. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 adalah kewenangan Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam, tetapi pengangkatan inter country adoption tetap merupakan kompetensi absolute Pengadilan Negeri. (Tanya Jawab Perdata Umum MARI, hal. 45-46) Untuk pengangkatan anak oleh warga negara asing harus berpedoman kepada Surat Keputusan Menteri Sosial Nomor 4 Tahun 1989, yaitu harus ada izin dari Depsos. (Tanya Jawab Perdata Agama MARI Tahun 2006).

  • Ikrar Talak Oleh Kuasa Non Muslim

Ikrar talak tidak dapat dikuasakan mengucapkannya kepada kuasa non muslim.(Tanya jawab Perdata Agama MARI Tahun 2006, hal.16)

  • Harta Bersama Bagi Warga Asing.

Suami atau isteri yang berkebangsaan asing, bila di antara mereka bercerai, hak masing-masing atas harta bersama tetap berlaku sesuai peraturan perundang-undangan (Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974), tetapi hak atas tanah tidak ada bagi warga asing ( Pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria). Oleh karena itu, pembagian yang menjadi hak warga asing hanyalah nilai harganya saja

  • Hadahanah Anak Oleh Bekas Isteri Yang Murtad

Alasan perceraian berupa adanya suami atau isteri murtad hanya terdapat pada Pasal 116 KHI, tetapi soal hadhanah anak tidak dicantumkan kecuali berdasarkan ketentuan umum, bila anak tersebut belum mumayyiz, dipelihara oleh ibunya dan bila sudah mumayyiz dipelihara oleh ibu atau ayahnya setelah anak itu menyatakan pilihannya di dalam sidang pengadilan. Dalam hal ini Hakim akan menentukan tentang siapa pemelihara anak tersebut berdasarkan pertimbangan kemaslahatan anak, termasuk dalam pertimbangan kemaslahatan anak adalah akidah anak yang disesuaikan dengan akidah orang tuanya sewaktu nikah.

  • Harta Warisan Dengan Taksiran Harga

Usahakan dalam memutus perkara waris tidak menggunakan taksiran harga, cukup dengan menyebut macam harta benda warisan yang dibagikan kepada ahli waris, sekalipun dalam petitum penggugat taksiran harga itu disebutkan. Untuk memberikan putusan tanpa menyebut atau mengenyampingkan harga tersebut, bila hal itu diminta dalam petitum, harus diberi pertimbangan hukum yang intinya harga suatu benda selalu mengalami perubahan. (Petunjuk Direktur Perdata Agama MARI, 24 September 1998)

  • Sengketa Perbankan Syariah

Sengketa perbankan syariah harus diselesaikan sesuai kontrak/ akad yang disepakati oleh para pihak. Bila dalam akad disebutkan bahwa sengketa yang akan terjadi diselesaikan lewat Pengadilan Agama, maka penyelesaiannya lewat Pengadilan Agama. Bila di dalam akad, penyelesaian sengketa dibawa ke Basyarnas (Badan Arbitrase Syariah Nasional), penyelesaiannya lewat Basyarnar. Putusan arbitrase tersebut tidak dapat diajukan lagi ke Pengadilan Agama. Disini berlaku apa yang disebut choice of forum. Pengadilan Agama hanya berwenang melaksanakan eksekusi atas putusan arbitrase bila dimohonkan. (Tanya Jawab Perdata Agama MARI, hal.4-5)

Demikian tulisan ini semoga ada manfaatnya bagi kita semua. Atas segala kekurangan, mohon maaf yang sebesar-besarnya. Selanjutnya atas koreksi dan masukan yang berharga, saya ucapkan terima kasih yang tulus.

Tidak ada komentar: