Selasa, 04 Agustus 2009

Administrasi Peradilan

ADMINISTRASI PERADILAN


Disampaikan Oleh :

R. JAYA RAHMAT, S.Ag., M.Hum.


Dalam Sosialisasi Penyelenggaraan Administrasi Peradilan

A. Pengertian Administrasi

Administrasi adalah literature Inggris sering disebut istilah tat usaha, pekerjaan kantor (office works), pekerjaan tulis (clerical work), atau pekerjaan kertas (peper work). Suatu leseluruhan kegiatan mencatat segala kejadian bagi pemimpin atau organisasi, atau kegiatan catat mencatat berbagai keterangan. Pengertian administrasi diatas adalah dalam arti sempit. Sedangkan administraisi dalam arti luas menurut The Liang Gie, adalah segenap proses penyelenggaraan dalam setiap usaha kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu. Rangkaian perbuatan penyelenggaraan ini terbentang diantara saat ditentukannya tujuan yang ingin cicapai sampai detik terpenuhnya tujuan itu.

Pengertian senada dikemukakan oleh Dann Sugandha, menurutnya administrasi adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan manusia untuk mencapai sesuatu, usaha ini hanya bersifat kerjasama sehingga akan terlihat beberapa orang dalam gerakan-gerakan yang teratur, gerakan orang-orang yang mengandalkan kerjasama ini harus bersatu padu, tertib, dan terarah. Arahnya tidak lain adalah tujuan yang telah ditetapkan sebelum kegiatan dimulai dan telah disetujui oleh berbagai pihak yang berkepentingan. Sedangkan Robins berpendapat bahwa administrasi adalah proses yang bersifat universal bersama-sama dan melalui orang lain. Prosesnya adalah perencanaan, pengorganisasian, pemimpinan dan pengawasan. Dlam pengertian yang terakhir ini administrasi sama halnya dengan manajemen yaitu aktifitas kelompok memimpin artinya bahwa tugas atau peranan administrator sama dengan tugas atau perana managemen.

Keseluruhan serangkaian kegiatan tata usaha diatas dalam proses penyelenggaraannya dapat dijelaskan dalam 6 (enam) pola perbuatan:

1) Menghimpun, yaitu kegiatan-kegiatan mencari dan menguasakan tersedianya segala keterangan yang terjadinya belum ada dan berdasarkan dimana-mana sehingga siap untuk digunakan bilamana diperlukan.

2) Mencatat, yaitu kegiatan membubuhkan dengan pelbagai peralatan tulis keterangan-keterangan yang diperlukan sehingga terwujud tulisan yang dapat dibaca, dikirim dan disimpan. Dalam perkembangan teknologi moderen sekarang ini termasuk pula materi keterangan-keterangan itu dnegan alat perekam suara hingga dapat didengar, misalnya pencatatan pada pita tape.

3) Mengolah, yaitu bermacam-macam kegiatan mengerjakan keterangan-keterangan dengan maksud menjanjikannya dlam bentuk yang lebih berguna.

4) Menggandakan, yaitu kegiatan memperbanyak dengan pelbagai cara dan alat sebanyak jumlah yang diperlukan.

5) Mengirim, yaitu kegiatan menyiapkan dengan pelbagi cara dan aalat dan satu pihak kepada pihak yang lain.

6) Menyimpan, yaitu kegiatan menaruh dengan pelbagai cara dan alat ditempat tertentu yang mau.

B. Administrasi Peradilan sebagai fungsi Pengawasan

Di depan disinggung bahawa administrasi sama halnya dengan fungsi managemen dimana didalamnya terdapat aspek pengawasan. Sebelum membahas administrasi peradilan secara lebih jauh terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa pengertian penting tentang pengawasan.

Menurut Prof. DR. Prayudi Atmosudiro, pengawasan merupakan keseluruhan dari pada aktivitas atau tindakan (measures maatregelen) kita untuk menjamin atau membuat agar semua pelaksanaan dan penyelenggaraan (operation) berlangsung dan sesuai dengan apa yang telah direncanakan, diputuskan, dan komandokan.

Sedangkan Sondang P. Siregar mengidentifikasi pengawasan sebagai suatu proses pengamatan dari pelaksaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua kegiatan yang sedag dilaksanakan dapat berjalan sesuai rencan.

Pengawasan penting dan mutlak dilakukan untuk mengetahui apakah proses yang sedang berlangsung sudah sesuai dnegan rencana, dengan hasil akhir dan dari segi efisien. Dalam konteks ini dilakukan suatu perbandingan yang negatif antara pemasukan (input) dan pengeluaran (out put). Maka negatif disini, karena sumber alat dan tenaga yang dilakukan harus lebih kecil dari hasil yang diperoleh, untuk melakukan pengawasan dapat digunakan berbagai pendekatan yang disebut dengan metode/teknis pengawasan. Metode/teknis pengawasan tersebut adalah :

1) Observasi langsung, metode ini adalah yang paling tepat karena dapat dilihat secara langsung kondisi obyektif yang terjadi dilapangan, melalui pengawasan ini dapat diperoleh data-data/ keterangan primer.

2) Statistik

Metode pengawasan dnegan mengawasi kegiatan yang mendukung banyak rincian. Pengawasan yang mengandalkan angka-angka statistik perjalanan organisai dalam rentan waktu tertentu.

3) Laporan

Laporan ini bisa dalam bentuk lisan maupun tulisan.

C. Pola Prosedur Penyelenggaraan Administrasi Perkara

Kemampuan aparat peradilan dalam mehami pengertian administrasi secara luas akan memudahkan terselenggarany tertib administrasi perkara yang pada akhirnya akan mewujudkan Peradilan yang mandiri

Sesuai dengan ketentuan pasal 2 Undang-undang No. 14 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok Pengadilan yaitu menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya. Yang melaksanakan tugas-tugas administrasi dalam rangka mencapai tugas-tugas pokok tersebut adalah Panitera. Ketentuan ini disebutkand alam pasal 27 Undang-undang No.2 tahun 1986 tentang Peradilan Umum dan pasal 26 Undang-undang No.7 tahun tentang Pengadilan Agama.

Menurut ketentuan di atas, Penitera sebagai pelaksana kegiatan administrasssi Peradilan memililki 3 (tiga) macam tugas pokok:

1) Pelaksanaan adiminstrasi perkara

2) Pendamping hakim dalam persidangan

3) Pelaksanaan putusan/penetapan pengadilan dan tugas-tugas kejurusitaan lainnya.

Sebagai pelaksanaan administrasi perkar Panitera berkewajiban mengatur tugas dan para pembantunya, yaikni Wakil Panitera dan Panitera Muda. Sebagai pendamping Hakin/Majelis dalam persidangan, panitera berkewajiban mencatat dan jalannya persidangan dan dari catatan-catatan tersbeut, hendaknya disusun berita persidangan. Dalam hal panitera berhalangan maka panitera dibantu oleh para Panitera Pengganti.

Sebagai pelaksanaan putusan dan pelaksanan tugas kejurusitaan lainnya, penitera dibantu oleh juru kejurusitaan lainnya, panitera dibantu oleh jurusita Pengadilan dan Jurusita Pengganti. Namun untuk Panitera Pengadilan Tinggi, tidak melaksanakan tugas-tugas Kejurusitaan dan eksekusi.

Sebagai pelaksana administrasi perkara Panitera berkewajiban untuk melaksanakan dengan tertib ketentuan seperti tersbeut dalam pasal 61 Undang-undang No.2 tahun 1986 ayat (1) dan (2).

Menurut ketentuan kedua undang-undang tersebut, peanitera wajib membuat daftar semua perkara perdata dan pidan (pasal 61) yangditerima dikepaniteraan serta memberi nomor urut dab pasal 99 Undang-undang No.7 tahun 1989 yaitu membuat semua daftar perkara yang diterima dikepaniteraan serta memberi nomor urut dan dibubuhi catatan singkat tentang isinya.

Adapun tanggung jawab Panitera adalah sebagaiman pasal 101 Undang-undang No.7 tahun 1989 dan pasal 63 Undang-undang No.2 tahun 1986 yaitu bertanggung jawab atas pengurusan perkara, penetapan, atau putusan, dokumen, akta, buku daftar, biaya perkara, uang titipan pihak ketiga, surat-surat berharga, baran gbukti dan surat-surat lain yang disimpan dikepaniteraan.

D. Pola Tentang Pelaporan Perkara

1. Dasar Hukum

Pasal 10 ayat (4) Undang-undang No.14 tahun 1970 jo. Pasal 10 Undang-undang No.14 tahun 1985 menentukan bahwa Mahkamah Agung melakukan pengawasan terteingi atas perbuatan Pengadilan yang lain yaitu terhadap penyelenggaraan peradilan dan tingkah laku serta perbuatan para Hakim di semua lingkungan badan peradilan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman.

Runag lingkup pengawasan Mahkamah Agung RI terhadap jalannya peradilan meliputi:

ü Pengawasan terhadap penyelenggaraan peradilam dalam menjalankan kekuasaan kehakiman (pasal 32 ayat (1) Undang-undang No.14 tahun 1986).

ü Pengawasan atau tingkah laku dan perbuatan para hkim dalam menjalankan tugasnya (pasal 32 ayat (2) Undang-undang No.14 tahun 1985)

ü Pengawasan atas Penasehat hukum dan Notaris (pasal 36 Undang-undang No.14 tauhn 1985).

Pengawasan terhadap Hakim hendknya dilakukan dengan tugas-tugas penyelenggaraan peradilan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman, sehingga didalamnya termasuk pula aparat peradilan yang menjalankan kekuasaan kehakiman yang meliputi Panitera, Panitera Pengganti dan Jurusita.

Pengawasan terhadap aparat Pengadilan sebagaimana tersebut diatas dilakukan oleh Ketua Pengadilan dalam hal ini Ketua Pengadilan Tinggi dan Ketua Pengadilan Tingkat Pertama disemua lingkungan badan Peradilan yang merupakan pengawasan melekat, dengan cara memberikan petunjuk, tegoran dan peringatan dalam kedudukannya sebagai atasan langsung, sesuai dengn pasal 53 Undang-undang No.7 tahun 19989 dan pasal 53 Undang-undang No.2 tahun 1986.

Tata cara pengawasan terhadap Badan Peradilan dpat dilaksanakan dengan acra memeriksa pekerjaan dan meneliti proses kerja, mendadak, dan juga dengan meneliti laporan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam pola Bindalming.

2. Fungsi-fungsi Laporan

Laporan mengenai perkara meliputi keadaan perkara kegiatan hakim, keadaan perkara yangdimohonkan banding, kasasi dan peninjauan kemballi, perkara eksekusi dan juga laporan tentang keuangan perkara.

Laporan tentang keadaan perkara hendaknya menggambarkan keadaan keadaan perkara yang sebenarnya sejak dari perkara diterima hingga selesai dan diminutasi.

Dengan demikian fungsi-fungsi laporan-laporan yangdibuat oleh Pengadilan sebagai berikut:;

a. Sebagai alat pemantau segala tingkah laku dan perbuatan hakim dan pejabat kepaniteraan oleh Mahkamah Agung dan Pengadilan Tinggi sebagai kawal dengan dari Mahkamah Agung.

b. Sebagai bahan untuk meliputi kebenaran dari evaluasi yang dibutuhkan oleh Pengadilan dan Pengadilan Tinggi sebagaimana yang ditentukan dalam keputusan Mahkamah Agung No.KMA/007/SK/II/1988.

c. Sebgai bahan dan dasar bagi MA-RI untuk mengevaluasi hasil pengawasan yang dilakukan oleh Pengadilan Tinggi dan sebagai dan bahan dasar bagi Pengadilan Tinggi untuk mengevaluasi hasil pengawasan yang dilakukan oleh Pengadilan Tingkat Pertama.

d. Sebagai bahan untuk mengetahui kemajuan-kemajuan yang telah dicapai,sehingga dalam mengambil keputusan dalam rangka pembinaan lebih lanjut dapat dilaksanakan sesuai dengan rencna.

Oleh karena laporan sebagai sarana pengawasan yang mudah dan efektif, maka wajib membuat laporan harus dilaksanakan dengan sumngguh-sungguh tanpa intensifikasi sisitim laporan maka tugas-tugas pengawasan akan sangat sulit dilaksanakan.

3. Macam-Macam Laporan

Pola laporan yang ditetapkan di Peradilan Umum dan Peradilan Agama tidak sama. Di lingkungan Pengadilan Umum baik Pengadilan Negeri (PN) maupun Pengadilan Tinggi, laporan perkara meliputi dua hal yaitu perkara perdata dan perkara pidana. Sedangkan di Pengadilan Agama tidak ada laporan perkara pidana karena PA memang tidak mempunyai kewenangan mengenai perkara pidana. Kewenangan hanya perkara perdata (perdata khusus).

E. Pola Tentang Laporan Perkara

Dasar hukum pola tentang pelaporan perkara adlah pasa 10 Undang-undang No.14 tahun 1970 jo pasal 10 Undang-undang No.14 tahun 19985, dimana MA melakukan pengawasan tertingi atas perbuatan Pengadilan yang lain yaitu terhadap penyelenggaraan peradilan dan tingkah laku serta perbuatan para hakim di semua lingkungan badan peradilan dan dalam menjalankan Kekuasaan Kehakiman.

Dalam rangka pengawasan tersbeut maka tata cara pelaksanaan dengan cara memeriksa pekerjaan dan meneliti proses kerja, meneliti dan menilai hasil kerja, inspeksi rutin dan inspeksi mendadak, dan juga dengan meneliti laporan-laporan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Pola Bindalmin.

Laporan-laporan yang dibuat oleh Pengadilan Agama dnegan demikian memiliki fungsi sebagai berikut :

a. Sebagai alat pantau segala tingkah laku dan perbuatan hakim dan pejabat kepaniteraan oleh Mahkamah Agung dan Pengadilan Tingi Agama sebagai kawal depan dari Mahkamah Agung RI.

b. Sebagai bahan untuk menelliti kebenaran dari evaluasi yang dibutuhkan oleh PA dan PTA sebagaimana yang ditentukan dalam Surat Keputusan MA No. KMA/009/SK/II/1988.

c. Sebagai bahan bagi Mahkamah Agung RI untuk mengevaluasi hasil pengawasan yang dilakukan oleh PTA dan sebagai bahan dan dasar bagi PTA untuk mengevaluasi hasi lpengawasan yang dilakukan oleh PA.

d. Sebagai bahan untuk mengetahui kemajuan-kemajuan yang telah dicapai, sebagaimana dalam mengambil keputusan dalam rangka pembinaan lebih lanjut dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana.

Pola pelaporan perkara dilaksanakan sesuai dengan pola Bildanmin berdasar Surat Keputusan Ketua Mahkamah Ahung RI No. KMA/001/SK/I/1991tanggal 24 Januari 1991 di Pengadilan Agama, dan diperkuat lagi dengan surat edaranh MA nomor 2 tahun 1993 sampai tanggal 16 Januari 1993 tentang Pengiriman Laporan oleh Pengadilan Agama dan PTA.

1. Pembuatan Laporan oleh Pengadilan Agama meliputi

Laporan Bulanan

Dibuat setiap bulan Januari s.d Desember dan terdiri atas :

a. Folmulir LI – PA1 = Laporan Keadaan Perkara

b. Folmulir LI – PA7 = Laporan Keuangan Perkara

c. Folmulir LI – PA8 = Laporan Jenis Perkara

Laporan Empat Bulanan

Dibuat bulan April, Agustus, dan Desember terdiri atas

a. Folmulir LI – PA2 = Laporan Perkara yang dimohonkan banding

b. Folmulir LI – PA3 = Laporan Perkara yang dimohonkan kasasi

c. Folmulir LI – PA4 = Laporan Perkara yang dimohonkan

peninjauan kembali

d. Folmulir LI – PA5 = Laporan Perkara yang dimohonkan eksekusi

Laporan enam bulanan

Dibuat bulan Juni dan Desember

Formulir LI – Pa6 : Laporan tentang kegiatan Hakim.

Keterangan :

1) Laporan bulanan dibuat pada setiap akhir bulan dan sudah harus dapat diterima pada akhir bulan dan sudah harus dapat diterima pada tanggal 15 bulan berikutnya. Laporan empat bulanan dibuat pada akhir bulan, April, Agustus dan Desember. Sedangkan laporan enam bulanan dibuat pada akhir bulan Juni dan Desember.

2) Asli laporan dikirim ketua PTA yang mewakili Pengadilan Agama tersebut,, dengan lembar rangkap dari setiap laporan tersbeut dikirim kepada MA-RI Cq. Direktur Hukum dan Pengadilan Mahkamah Agung RI.

a) Kasus Laporan

LI-PA8 = Laporan sejenis perkara, selain dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama juga dikirim kepada Departemen Agama RI Cq. Direktur Pembina Badan Pengadilan Agama di Jakarta.

3) - Laporan LI-PA1 = Dipalorkan sejak diterimanya perkara tersebut, putus dan diundur.

- Laporan LI-PA1 = Dipalorkan sejak diterimanya perkara tersebut, putus dan diundur.

- Laporan LI-PA2 = Dipalorkan sejak perkara diputus, diajukan permohonan banding s/d pengiriman berkas ke PTA.

- Laporan LI-PA3 = Dipalorkan sejak penerimaan berkas dari PTA s.d pengiriman berkas ke Mahkamah Agung.

- Laporan LI-PA4 = Dipalorkan sejak penerimaan berkas dari PTA/Mahkamah Agung s.d pengiriman berkas ke Mahkamah Agung.

- Laporan LI-PA5 = Dipalorkan sejak penerimaan permohonan eksekusi sampai selesainya eksekusi dnegan penambhan penjelasan perkara-perkara yangbergantung permohonan eksekusi.

- Laporan LI-PA6 = Dipalorkan kegiatan hakim yang dilaporkan tentang jumlah perkara yang diterima, diputus, sisa perkara dan yang sudah serta belum diminutir.

- Laporan LI-PA7 = merupakan laporan tentang keadaan keuangan perkara.

- Laporan LI-PA8 = laporan jenis perkara yang selama ini tidak dilaporkan PA yang dikenal B2. laporan-laporan LI-PA8 ini merupakan laporan semata-mata data tentang jumlah dan jenis perkara, jumlah putusan dan sisa perkara yang belum diputus setiap akhir bulan.

4) Dari data-data tersebut dapat ditentukan kelas Pengadilan mengusun anggaran, jumlah kebutuhan dan kualitas hakim.

5) Ketua Pengdilan Tinggi Agawa Wajib meneliti dan memeriksa laporan yang diterimanya, dengann tertib dan cermat. Penelitian dan pmeriksaan oleh ketua Pengadilan Tinggi Agama dapat dilimpahkan kepada Hakim Tinggi Pengawas Daerah, yang dikoordinir oleh Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama.

6) Dari penelitian dan pemeriksaan yang tertib dan cermat tersebut, kemudian dilakukan evaluasi tentan gtingkah laku para pejabat kehakiman secara menyeluruh baik hakim maupun pejabat kepaniteraan yang berhubungan dengan penyelenggaraan jalannya peradilan, sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor : KMA/009/SK/1988.

7) Cara mengisi formullis keadaan perkara

LI-PA1

F Kolom 1 : Cukup jelas

F Kolom2 : Diisi nomor perkara yang merupakan sisa perkara bulan lalu dan perkara yang diterima dalam bulan yang bersangkutan.

Cara penulisan nomor perkara harus dimulai nomor perkara yang terkecil.

F Kolom 3 : Nama Hakim/Majelis diisi dengan kode sesuai dnegan hakim yang bersidang dan Panitera yang ikut dalam sidang

F Kolom 4 : Tanggal penerimaan, diisi dengan tanggal penerimaan berkas perkara, ditulis secara berurutan dimulai dari tanggal, bulan dan tahun penerimaan yang terkecil

F Kolom 5 : Tanggal penunjukan Hakim/Majelis, diisi dnegan tanggal ditetapkan susunan Majelis Hakim

F Kolom 6 : Tanggal dimulainya sidang, diisi dengan tanggal dimulainya sidang pertama, bukan tanggal penetapan hasil sidang.

F Kolom 7 : Tanggal putusan, diisi dnegan tanggal bulan dan tahun putusan perkara. Pengisian bulan putusan harus sesuai dengan bulan laporan.

F Kolom 8 : Sisa akhir bulan yang merupakan perkara yang belum dibagi, diisi dengan nomor perkara yang belum ditetapkan Majelis Hakim.

F Kolom 9 : Sisa akhir yang merupakan perkara-perkara yang belum diputus, diisi dengan semua nomor perkara yang belum diputus ditambah dengan nomor perkara yang belum dibagi

F Kolom 10 : Sisa akhir bulan yang merupakan perkara-perkara yang sudah diputus tetapi belum diminutir, diisi dengan nomor perkara-perkara yang diputus dalam bulan yang bersangkutan.

F Kolom 11 : Kolom keterangan, memuat 3 hal :

1. - Nama Ketua Pengadilan dengan kode A

- Nama Wakil Ketua Pengadilan dengan kode B

- Nama-nama Hakjim berdasarkan DUS dengan kode C1, C2, C3 dan seterusnya.

3. - Nama Panitera dengan kode D

- Nama Panitera Pengganti berdasarkan DUS dengan kode C1, C2, C3 dan seterusnya

3. Rekapitulasi memuat:

1. Sisa bulan lalu dan 2 tambahan bulan ini: diisi sesuai kolom 2

2. Putus : diisi sesuai kolom 7

3. Sisa akhir

a. Belum dibagi dus sesuai kolom 8

4. Sisa belum diminutir : diisi dengan kolom 10 bulan sebelumnya dan bukan yang dilaporkan

8) Mengingat kolom 1 s.d kolom 9 satu dan lainnya berkaitan dengan berhubungan erat, maka penulisannya harus sejajar dengan nomor perkara dalam kolom 2

9) Pencabutan perkara atau pencoretan dari daftar perkara dimasukan dalam kolom 7 dengn dibubuhi tanda dan keteranagan sebagai catatan kaki.

10) Apabila terdapat perkara yang sudah diputus akan tetapi tidak dilaporkan pada bulan yang bersangkjutan, maka dilakukan ralat dengan membuat ulang laporan yang bersangkutran.

11) Ketua pengadilan agama sebelum mendatangi laporan bulanan hendak meneliti sendiri serta memerintahkan hakim untuk meneliti kebenaran laporan-laporan perkara.

2. Pembuatan laporan oleh pengadilan tinggi agama.

a. Laporan Bulanan

Dalamlaporan bulanan ini dibuat setiap bulan dari bulan Januari s.d bulan Desember laporan dibuat setiap akhir bulan, dan sudah diterima selambat-lambatnya pada tanggal 15 bulan berikutnya sebagaimana laporan oleh pengadilan agama, asli laporan yang diabuat oleh pengadilan tinggi angama dikirimkan kepala Mahkamah Angung Cq Direktur Hukum dan Pengadilan Mahkamah RI.

Ketua Kpengadilan Tinggi Agama sebelum menandatangi laporan bulanan, hendaknya meneliti sendiri, serta memerintahkan hakim untuk meneliti laporanm-laporan tersebut.

Dapun laporan bulanan yang harus dibuat meliputi :

1. Formulir LII –PA1 : Laporan keadaan perkara perdata

2. Formulir LII-PA3 : Laporan keuangan perkara perdata

b. Laporan enam bulanan

Dibuat pada bulan Juni dan Desember yaitu formulir LII-PA2 : Laporan tentang kegiatan hakim perkara perdata.

POLA TENTANG LAPORAN

A. PENGADILAN AGAMA

a. Laporan Keadaan Perkara ( LI-PA1)

b. Laporan Perkara yang Dimohonkan Banding (LI-PA2)

c. Laporan Perkara yang Dimohonkan Kasasi (LI-PA3)

d. Laporan Perkara yang Domohinkan PK (LI-PA4)

e. Laporan Perkara yang Domohonkan Eksekusi (LI-PA5)

f. Laporan Tentang Kegiatan Hakim (LI-PA6)

g. Laporan Keuangan Perkara (LI-PA7)

h. Laporan Jenis Perkara (LI-PA8)

B. PENGADILAN TINGGI AGAMA

a. Laporan Keadaan Perkara (LII-PA1)

b. Laporan Tentang Kegitan Hakim (LII-PA2)

c. Laporan Keuangan Perkara (LII-PA3)

LAPORAN

1. Pengadilan Agama berkewajiban membuat laporan tentang perkara, keuangan perkara dan kegiatan hakim.

Macam-macam laporan :

LIPA 1 sampai dengan LIPA 8 buku II hal 56

2. Asli laporan dikirim kepada Ketua Pengadilan Tingkat Banding atau Pengadilan Tinggi Agama dan Mahkamah Agung RI.

3. Laporan keadaan perkara, keuangan perkara dan jenis perkara dibuat pada setiap akhir bulan dan sudah harus diterima oleh Mahkamah Agung pada tanggal 15 bulan berikutnya.

4. Laporan keadaan perkara yang dimohonkan banding kasasi, peninjauan kembali dan eksekusi dibuat setiap 4 (empat) bulan yaitu pada akhir April, Agustus dan Desember.

5. Laporan tentang kegiatan hakim dibuat setiap 6 (enam) bulan yaitu pada akhir bulan Juni dan Desember.

6. a. Laporan tentang keadaan perkara, sejak diterima sampai dengan diputus di minutasi.

b. Laporan dimohonkan banding, tentang keadaan perkara yang dimohonkan banding, mulai tanggal putusan, tanggal pengiriman berkas perkara ke Pengadilan Tinggi Agama.

c. Laporan Kasasi penerimaan perkara dari Pengadilan Tinggi Agama sampai tanggal pengiriman berkas perkara ke Mahkamah Agung RI.

d. Laporan Peninjauan Kembali (PK), tanggal penerimaan berkas dari Mahkamah Agung atau Pengadilan Tinggi Agama sampai dengan pengiriman berkas ke Mahkamah Agung RI.

e. Laporan Eksekusi tentang keadaan perkara yang dimohonkan eksekusi dari tanggal permohonan sampai dengan selesai eksekusi.

f. Dalam setiap laporan terhadap perkara yang belum dikirim, harus pula disebutkan alasannya dalam kolom keterangan.

g. Laporan model LIPA 2 sampai dengan LIPA 5, tetap dilaporkan dalam setiap laporan sampai perkara diputus atau selesai.

h. Laporan kegiatan hakim, berisi tentang jumlah perkara yang diterima, diputus, sisa perkara, serta jumlah perkara yang sudah maupun yang belum diminutasi.

i. Laporan tentang keuangan perkara, data-datanya harus sesuai dengan buku induk keuangan perkara.

7. Laporan LIPA 1 sampai dengan LIPA 7 adalah laporan yang bersifat evaluasi, sehingga dari laporan – laporan tersebut dapat dipantau tentang kegiatan para Pejabat Peradilan secara keseluruhan, baik hakim maupun Pejabat Kepaniteraan yang berhubungan dengan penyelenggara jalannya Peradilan.

8. Laporan LIPA 8 adalah laporan yang semata-mata bersifat data tentang :

- Jumlah dan jenis perkara.

- Jumlah putusan.

- Sisa perkara yang belum diputus pada setiap akhir bulan, dan data tersebut dapat ditentukan kalau pengadilan setuju secara anggaran, jumlah kebutuhan dan kualitas hakim.

9. Secara penyampaian formasi laporan lihat petunjuk Bindalmin.

PENGAWASAN

1. Laporan – laporan

1.1 Laporan LIPA 1, LIPA 2, dan LIPA 8 laporan termasuk laporan bulanan.

1.2 Laporan LIPA 2, LIPA 3, LIPA 4, LIPA 5 dan LIPA 6 adalah laboran empat bulanan.

1.3 Laporan 6 (enam) bulanan yaitu tentang kegiatan hakim.

2. Laporan keadaan perkara

a. Unsur – unsur jenis perkara dimulai dinomor 1 (satu) dan dicatat secara berurutan.

b. Unsur perkara dibuat berurutan .

c. Nama hakim / majelis termasuk PP.

d. Tanggal penulisan perkara harus berurutan.

e. Tanggal PMH sesuai tanggal PMH yang dibuat Ketua / Wakil Ketua.

f. Tanggal dimulainaya sidang sesuai dengan PHS yang dibuat Ketua Majelis.

g. Tanggal putusan sesuai dengan bulan laporan jurnal dan register.

h. Sisa perkara yang belum dibagi, juga termasuk pada kolom 9 ( belum diputus ).

Tidak ada komentar: